Menggali impian masa lalu

Seperti halnya setiap manusia lain di muka bumi ini, pastilah memiliki keinginan yang ingin sekali mereka capai.
Beberapa bulan ini, saya telah menghabiskan waktu untuk observasi keadaan di sekitar. mengenai hidup dan kehidupan. Iri dengan apa yang telah mereka lakukan, sedangkan saya masih sibuk berkutat dengan memandangi mereka dari jauh. kapan saya bisa seperti mereka? Dan nampaknya memasuki usia 20 tahun ini saya mulai terbangun.

Oke, bicara soal impian. banyak sekali impian saya yang belum tercapai.
Kalau dulu di awal kuliah saya bergabung dengan organisasi, dianjurkan untuk menulis 100 daftar keinginan yang ingin dicapai, YES I HAVE DONE to write it.
tapi seperti, pencapaian yang saya lakukan belum sampai seperempatnya. Entah karena faktor malas dari dalam diri, atau karena faktor terlalu tingginya keinginan-keinginan saya tersebut.
Lupakan,

Impian yang mau saya katakan ini, jauh sebelum saya membuat 100 daftar keinginan.
Semenjak kecil, sama seperti anak kecil lainnya. tiap kali ditanya,"Ayun kalo besar pengen jadi apa?". reflek saya jawab,"Dokter!", dan orang tersebut akan berkata,"hebat, anak pinter....". :)
Namun ternyata seiring dengan berjalannya waktum cita-cita yang bisa dibilang sukses bukan hanya profesi dokter seperti doktrin masa kecil. Saya mulai menyadari betapa bertebaran profesi-profesi mulia lain yang dianggap sukses, salah satunya Guru.
sempat di benak saya terbersit untuk menjadi seorang guru. Mengapa? Karena guru adalah orang yang mulia, ia orang yang membagi ilmunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (mengutip dari preambule UUD 1945). Tidak hanya itu, guru merupakan orang yang sampai saat ini sangat menginspirasi saya untuk tetap terus belajar. menjadi guru bahasa indonesia sepertinya menyenangkan, tapi guru biologi juga asyik, eh tunggu...guru bahasa inggris juga enak bisa cas cis cus ngomong bahasa inggris dan pergi ke luar negeri. tapi seiring berjalannya waktu lagi, saya berubah pikiran.

Beberapa profesi ekstrim sempat menjadi ambisi terdalam saya. saya pernah bercita-cita ingin menjadi guru yang mengajar di pedalaman, terinspirasi sesaat setelah menonton tayangan TV tentang Butet Manurung yang bersedia tinggal di pedalaman untuk mengajar sebuah suku Kubu di Jambi yang bernama 'sekolah rimba'. Dia tanpa pamrih menjalankan profesinya, dan dia sangat menikmati apa yang ia lakukan. Menuliskan segala pengalaman yang ia dapatkan. It's sounds interesting menurut saya. Menjadi guru sekaligus antropolog yang menjelajahi keelokan budaya dan keanekaragaman suku di negeri tercinta. Yes, I've decided it. Saya ingin jadi seperti itu someday...
Namun kenyataan berkata lain, menjadi seorang yang seperti Butet Manurung bukanlah mudah. Berbagai perjuangan harus dilewati demi bisa sampai ke suku pedalaman. Menjadi orang yang tahan banting dan pantang menyerah. belajar dari kehidupan, dan menjadi inovator bagi orang lain.
beberapa tahun saya bertahan pada ambisi menjadi seorang guru sekaligus antropolog juga penulis. Hingga pada masa SMP saya menemukan hal yang tidak terduga. Saya memutuskan untuk menjadi seorang penulis novel layaknya penulis novel teenlit yang saat itu sedang hit. Terinspirasi dari gaya menulis ala remaja saat itu, saya mulai menulis cerita dengan alur original yang 'saya banget', saya tulis di lembaran kertas. Setiap harinya saya selalu menambah tulisan di novel tersebut, tentunya dengan tulisan tangan yang lama kelamaan lumayan tebal. "Saya membutuhkan masukan dari teman nih," pikir saya waktu itu. Akhirnya saya bawa novel pertama saya yang tanpa judul itu ke sekolah pada waktu kelas 2. Ternyata teman-teman sangat menyukai cerita saya, hingga satu kelas pun tahu tentang tulisan saya sampai akhirnya mereka selalu menantikan kelanjutan novel saya tersebut dari hari ke hari, digilir dari teman satu ke teman lainnya. Sempat malu, karena gak pede dengan tulisan saya. Tapi ya sudahlah...berusaha untuk pede dan terus menerus memperbaiki tulisan saya, hingga saya naik kelas 3, saya tetap menulis sampai dengan 3 novel dengan judul berbeda dan akhirnya lulus dari SMP saya berhenti menulis novel. Sempat beberapa kali teman-teman saya menyarankan untuk novel tersebut dikirim ke Penerbit, mereka bersedia mengetikan novel tulisan tangan saya. namun saya menolak, karena merasa belum pede. Hingga sekarang novel itu masih ada di rumah Surabaya meskipun sudah dalam keadaan menyedihkan..


Beranjak SMA, saya beralih menjadi penulis cerpen. Beberapa kali cerpen karangan saya apapun itu fiksi dan non fiksi menang di beberapa perlombaan dan masuk ke majalah lokal di Surabaya. bangga? Alhamdulillah... dari situ saya mulai sadar bahwa menulis bisa jadi mata pencaharian.
Masuk kelas 2 SMA, ambisi menjadi penulis begitu menggelora. Namun, bukan hanya penulis fiksi seperti novel dan cerpen. Ketika diamani jadi Pemimpin Redaksi Mading Sekolah, menjadi jurnalis adalah passion saya. Beberapa guru pun menyarankan saya untuk melanjutkan kuliah di jurusan Komunikasi atau sekolah jurnalistik karena passion saya yang sangat gede di bidang jurnalistik. Tapi, satu hal ya..ternyata saya menyadari bahwa saya bukan tipe orang yang suka tampil di depan, saya ternyata orang di balik layar atau bahasa kerennya behind the scene, pembuat konsep dan perencana.
Menjadi jurnalis seperti Rosihan Anwar yang melanglang buana ke luar negeri, meliput berita-berita penting dari belahan dunia lain, kemudian memberitakannya pada nusantara. Juga seperti wartawan VOA yang di Amerika Serikat sana, jalan-jalan mencari hal yang menarik untuk diberitakan di Indonesia. Waow.. really wanna it!

Namun proses itulah yang akhirnya mengantarkan saya menjadi sekarang ini. Pilihan saya akhirnya jatuh pada Psikologi. yah, perilaku manusia. Saya belajar banyak tentang perilaku manusia di ilmu ini. segala hal di manapun itu, di belahan dunia apapun itu, dinamika manusia tidak pernah ada hentinya. Itulah ilmu yang akhirnya saya putuskan menjadi major saya. Meskipun nantinya saya tak harus menjadi dokter, guru, antropolog, penulis, jurnalis, namun saya punya kecintaan sendiri. Observasi terhadap manusia. Segala hal tentang manusia. Menceritakan pada dunia manusia dari sudut pandang saya, menjadi satu hal yang saya pilih akhirnya. Seperti ayat Al-qur'an yang selalu menjadi penyemangat tersendiri bagi saya.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا . إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا


"Fa'innama'al usriyusron. Innama'al usriyusron" (QS. Al-Insyirah : 5-6) yang artinya, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan."



Komentar