Intuition in Decision Making



Postingan kali ini sebenarnya sudah saya tulis dari Jumat seminggu yang lalu, tapi karena lagi-lagi (sok) sibuk jadi baru sempat menyelesaikan dan ngepos sekarang. Oke, check this out!
Hari Jumat tanggal 10 Oktober kemarin, saya sedikit kesel sama kelas saya karena apa? Karena saya udah mengerjakan tugas dengan susah payah, begadang sampe ga tidur (ya iyalah namanya begadang itu ya ga tidur keles...) dan ternyata dikumpulkannya diundur sampai hari Senin karena permintaan teman-teman. Antara senang dan sedih, tapi ya sudahlah...laporannya sudah jadi tinggal dikumpulkan aja, jadi saya udah berleha-leha aja.
Sorenya, ada kuliah tamu dengan seorang Dosen muda UGM lulusan University of South Wales Australia yang baru saja menamatkan studi PhD. Beliau ini masih muda, paling masih 30 tahun taksiran saya. Dandanannya modis beud, namanya Mas Galang.
Beliau ini concern di topik decision making, karena basicnya adalah psikologi industri dan organisasi. Meskipun decision making tidak hanya dilakukan di bidang PIO, tapi di segala lini kehidupan pun kita pasti membutuhkannya. Nah, pengambilan keputusan tak lepas dari proses berpikir yang berpusat di otak. Bidang neuropsikologi sedang gencar-gencarnya mengadakan penelitian nih saat ini, tentunya dengan eksperimen yang sangat canggih.
Ada satu hal yang ternyata sangat berperan dalam pengambilan keputusan, yaitu intuisi. Intuisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Benar, intuisi datang dengan sendirinya ketika akan melakukan sesuatu, menunjukkan, mengarahkan menuju sesuatu tersebut. Gampangnya, seperti bayangan yang tiba-tiba datang ketika akan menghadapi suatu hal. Entah bayangan tersebut baik atau buruk, semacam imagery yang datang secara sekelebat di depan mata. Intuisi menjadi satu hal penting pada orang yang memiliki kepekaan, namun tidak berjalan dengan baik pada orang yang mendasari segala perilakunya berdasarkan logika.
Nah, percobaan yang dilakukan ini ada hubungannya dengan teori binocular rivalry. Apa itu binocular rivalry? Sebuah fenomena dari persepsi visual dimana mata mempersepsikan gambar yang berbeda terhadap sebuah stimulus. Percobaannya ialah mengajak teman-teman kemarin untuk maju dan mencoba melihat suatu stimulus dengan kacamata 3D, stimulus itu sengaja diberikan dengan 2 warna agar subjek bingung menentukan 1 warna yang benar-benar sesuai dengan penglihatannya. Hasilnya, memang tidak ada yang bisa menentukan 1 warna saja, karena indera penglihatan kita memiliki kemampuan untuk mempersepsikan 2 warna tersebut secara bersamaan. 
Entah karena saya yang kurang fokus memperhatikan mungkin ya, jadinya nggak tahu kemana arah eksperimen ini hingga menimbulkan hasil intuisi di pengambilan keputusan, tapi yang jelas eksperimen itu seru.

Asik banget ya? Iya. Neuropsikologi adalah cabang psikologi yang asik banget, tapi butuh dana yang besar. Semoga saja psikologi di Indonesia semakin banyak yang concern di cabang ini.

Komentar