Kuliah Intervensi Kelompok dan Komunitas

Kelas intervensi terakhir yang akan menjadi perpisahan dari blok ini adalah intervensi kelompok dan komunitas. Apa beda antara keduanya? Tentu berbeda, meskipun keduanya termasuk dalam psikologi klinis makro, tapi jelas ada perbedaannya. Kelompok dan komunitas sama-sama kumpulan dari beberapa orang, namun yang membedakan adalah struktur yang ada di dalamnya. Di dalam kelompok, tidak ada suatu struktur hirarkis di antara anggotanya sedangkan di komunitas sistemnya sudah tertata. Kemudian dalam intervensinya, komunitas melibatkan stakeholders, sedangkan kelompok tidak melibatkan pemegang kebijakan.

Sudah kebayang kan? Jadi kalau kelompok itu contohnya seperti sekelompok ibu hamil yang akan diberi terapi, atau sekelompok remaja dengan delinkuen yang akan diberi perlakuan tertentu. Sedangkan komunitas contohnya ialah masyarakat suatu daerah tertentu, memiliki “budaya” dan ketertarikan yang sama, seperti komunitas PKK, komunitas pecinta sugar glider, dll.
Sebelum melakukan intervensi terlebih dahulu harus dilakukan asesmen untuk mengetahui gambaran mengenai komunitas tersebut serta kebutuhan-kebutuhannya. Metode yang umum digunakan ialah focus group discussion (FGD), interactive group discussion, supportive group therapy dan social artistry. Pasti sudah banyak yang tahu kan FGD itu apa? Banyak digunakan di seting industri terutama untuk seleksi calon karyawan. Yang unik ialah social artistry, saya juga baru dengar nih. Menurut Prof K, social artistry cukup efektif diterapkan sebagai intervensi kepada komunitas karena masyarakat diajak untuk ikut serta terlibat langsung.
Ternyata yang dimaksud dengan social artistry adalah psikodrama. What a convenience? Ini kan topik proposal Tesis yang saya ajukan pada waktu mau masuk pascasarjana ini. Meskipun belum tahu banyak, tapi setidaknya saya sudah punya gambaran apa itu psikodrama. Psikodrama ialah suatu cara intervensi dengan cara pementasan drama, ada sutradara, aktor hingga penonton yang dilibatkan dan masing-masing bisa mendapatkan penghayatan dari peran yang dimainkannya maupun apa yang ditontonnya.

Psikodrama di Indonesia dipopulerkan oleh seorang Profesor psikologi dari UGM, beliau bernama Prof Johana Endang Prawitasari atau yang biasa dipanggil bu JEP atau bu Menuk. Sayangnya, waktu saya masuk sini beliau sudah pensiun. Meskipun begitu saya sempat sekali bertemu beliau saat ada Seminar yang diadakan oleh prodi Psikologi UB jaman S1 dulu, beliau menerangkan banyak tentang psikologi klinis. Rasanya nggak nyesel dulu bisa bertemu beliau sekaligus dapat tanda tangannya.
Pada awal kelas, Prof K membagi kami menjadi 3 kelompok kemudian kami diminta untuk bermain peran sesuai topik yang pernah kami alami. Kelompok 1 mendapatkan topik saat kami mulai pendaftaran, pra profesi hingga outbond. Kelompok 3 mendapatkan topik blok pertama observasi wawancara, sedangkan kelompok 2 mendapatkan topik blok psikodiagnostika dimana itu adalah masa-masa kelabu di Mapro Klinis.
Kami hanya diberi waktu 30 menit untuk mempersiapkan drama singkat tersebut. Kemudian jeng jengg....masing-masing kelompok tampil. Kami ngerasa lucu aja ketika ada orang yang memerankan diri kami di drama tersebut, dan Prof K pun juga ketawa ngakak waktu beliau diperankan oleh salah satu mahasiswa. Gak hanya Prof K, kami sekelas pun ketawa sampe nangis gulung-gulung saking kocaknya drama yang dipentaskan ini. Benar-benar ngena banget. Kemudian kelompok berikutnya pun tampil dengan tokoh utama salah satu Dosen yang bikin kami tertawa terpingkal-pingkal lagi. Selanjutnya kelompok saya pun tampil dan di drama ini kami berdialog tanpa skenario naskah, mengalir begitu saja. Setelah semuanya tampil, kami pun ditanya satu per satu bagaimana perasaanya memerankan orang lain, dan kira-kira bagaimana perasaan orang tersebut ketika kami perankan.  Dari pengalaman inilah individu diharapkan memiliki pngetahuan untuk menghayati dirinya dan orang lain, sehingga bisa memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Kemudian tidak berhenti disini, kami juga bermain peran lewat analisis mimpi. Kami sekelas diberi peran masing-masing untuk seting mimpi salah satu teman sekelas yang mimpinya ingin dianalisis. Mimpi ini bukan sembarang mimpi, karena mimpinya harus berulang dalam waktu yang relatif stabil, setidaknya seminggu sekali muncul atau sebulan sekali selalu dengan mimpi yang sama. Kemudian orang yang mengalami mimpi tersebut menjadi sutradara dan mengarahkan semua pemain, setelah itu ia didorong untuk mengalami mimpinya tersebut melalui kejadian nyata, berulang-ulang. Pada awalnya sangat berat, karena mimpinya begitu menyedihkan, tapi untuk bisa memahami suatu objek hingga mencapai insight, individu perlu suatu hal menyakitkan terlebih dahulu. Meskipun sangat berat, penuh dengan air mata, teman ini mengalami mimpinya, ditambah dengan amplifikasi objek benda dari mimpi. Harapannya individu ini bisa “get the power” dan nantinya jika mimpi tersebut menjadi kenyataan individu menjadi siap dan bisa lebih kuat dari saat ini.

Setelah belajar intervensi kelompok lewat pendekatan psikodinamika. Kami juga roleplay intervensi kelompok dengan cara terapi kelompok. Kami saling menceritakan keluhan masing-masing kemudian kami saling memberi saran untuk salah satu masalah yang ingin dibahas di kelompok tersebut. Harapan utamanya, individu bisa merasakan bagaimana cara mengungkapkan diri di depan orang lain, merasakan adanya perasaan senasib sepenanggungan dengan orang lain, hal ini sangat baik bagi individu karena ia mendapatkan pengalaman-pengalaman dari orang lain yang mungkin saja tidak bisa ia dapatkan dari terapi individu. Memang tidak semua orang cocok dengan terapi ini karena tidak semua orang dapat dengan mudah membuak diri pada orang lain.

Intervensi komunitas kami didampingi oleh Prof N yang sangat berwibawa. Meskipun begitu selalu terselip canda di setiap kuliahnya yang membuat kami nggak jadi ngantuk. Masa iya beliau bilang gini di kelas, “Ini kelas Klinis to?”. Kami menjawab kompak, “Iya Pak....”. “Ohh...pantes kok wajah-wajahnya waktu ditanya keliatan depresi semua...” -____- hahaha....segitunya ya Pak...

Kemudian dilanjutkan oleh seorang Dosen lulusan Amerika bernama Bu Ariana, mirip sama namanya penyanyi yang lagi nge-hits sekarang lho, itu Ariana Grande. Beliau ini masih muda dan cerdas. Kami diberi penjelasan tentang logical frame analysis, atau yang biasa disebut logframe analysis yang biasanya digunakan untuk manajemen suatu program di komunitas.  Tahap-tahapnya cukup rumit, dan bener-bener membuat bingung. Ada fishbone analysis, tree analysis, objective tree analysis hingga membuat matrix dari program tersebut. Sangat tidak mudah membuat suatu program yang berguna bagi orang banyak, harus disertai kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan besar.

So, semoga bermanfaat buat teman-teman sekalian. Tulisan-tulisannya nggak terlalu ilmiah kan? Apa memang terlalu banyak istilah psikologi ya? Ya gpp lah....sekalian belajar, karena nggak ada ruginya kok belajar itu, apalagi kalo bisa diamalkan. So, enjoy your weekend guys!

Komentar