Anak dan keluarga

Masih tentang tayangan di TV. Kali ini media massa kembali menayangkan tentang anak kecil berusia 10 tahun yang tiap harinya menghabiskan 2 bungkus rokok. Bermula saat anak mencoba rokok ayahnya yang sedang ditaruh di rumah. Sang ayah tidak mengetahui kalau anaknya mencoba rokok yang masih menyala tersebut hingga akhirnya Ibunya yang mengetahui. Dari sanalah, anak mulai merasakan 'nikmatnya' merokok. Setiap harinya anak merengek meminta rokok dan jika tidak dituruti maka ia akan menangis dan mengamuk. Saat orang tua tidak menuruti, anak seringkali berlari ke sebelah rumahnya yang kebetulan menjual rokok eceran dan meminta rokok dari penjual tersebut. Rokok itu tidak dihabiskan, hanya dihisap 3 kali kemudian dipatahkan hingga setiap hari mencapai 2 bungkus rokok. Ditambah lagi, anak juga senang mencium bau bensin dari tangki sepeda motor. Setiap kali ada sepeda motor, ia selalu meminta untuk dibukakan joknya dan membuka tangki sepeda motor untuk dicium baunya.

Hal ini tentu sudah masuk dalam kategori adiksi atau kecanduan. Anak tidak dapat mengendalikan impuls yang ada dalam dirinya. Anehnya, dari berita di TV ini, cenderung menyudutkan posisi anak yang menjadi sumber permasalahan atas dirinya sendiri. Padahal jika dicermati lagi, dari mana masalah ini berasal? 

Benar, lingkungan!

Lingkungan terutama orang tua mempunyai peranan besar dalam mengendalikan perilaku anak. Saat diwawancarai, ayah anak tersebut masih memegang rokok dan menghisapnya. Kalau sudah begini, siapa yang ditiru anak? Mengapa anak tidak mau berhenti meskipun sudah dimarahi?
Kuncinya adalah pada keluarga. Jika yang terjadi lingkungan keluarga masih berperilaku sama tetapi menuntut anak untuk berubah, jelas tidak bisa. 
Jadi, masih mau menyalahkan anak? 

Komentar