Magnet
kosmos yang menarik saya untuk bisa menjadi bagian dari kelompok mindfullness
yang dipandu oleh Pak Hendro Prabowo ini. Panggilan akrabnya adalah Pak Ndaru,
beliau merupakan ahli transpersonal yang pernah saya kenal setelah Prof K. Saya
ingin menimba ilmu dari orang-orang yang ahli di bidang ini untuk memperkaya
diri.
Day 1
Kami
yang berjumlah 30 orang ini berkenalan satu per satu, ada yang sudah kenal ada
yang belum kenal, dan dari situlah kami belajar bersosialisasi. Kami berasal
dari usia beragam dan asalnya juga beragam tidak hanya Yogya, paling muda usia 20 tahun sedangkan peserta lain sudah ada
yang 40 tahun ke atas. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, ada
yang dari psikologi, dari teknik sipil, planologi, teknik informatika, bahkan
teknik Kimia juga ada.
Kemudian
kami belajar untuk melakukan relaksasi dalam, dan melatih kondisi mindfullness
dimana tubuh dan pikiran berada di saat ini dan disini. Bagi yang sudah
terbiasa dengan relaksasi, maka latihan ini menjadi hal yang mudah, namun bagi
yang belum terbiasa maka tidak mudah karena harus bernapas dengan napas perut.
Kami
berkenalan dengan organ-organ di dalam tubuh, kemudian mengatakan terima kasih
kepada masing-masing dari mereka. Dan dengarkan apa saja yang dikatakan oleh
organ tersebut kepada kita. Setelah itu kami belajar mengenai sub kepribadian
yang ada pada diri kita. Kami diberi list tentang sub kepribadian dan peran apa
yang menempel pada diri masing-masing individu. Dari keseluruhan tersebut,
dipilihlah 5 saja yang paling mewakili, dan paling mewakili diri. Ke-5 subkepribadian
dan peran tersebut digambar dalam bunga dan di tengahnya itulah Self, dimana
setiap individu murni dan tidak terpengaruh oleh apapun.
Saya
merasakan bahwa “Self” adalah tempat dimana kita sebagai hamba dari Allah, dan
tidak ada sebuah peran pun kecuali hamba Allah yang menempel. Kita ini siapa,
dan kita bukan siapa-siapa. Nyaman sekali berada di sini, tanpa tuntutan apapun
sehingga jika sewaktu-waktu peran dan subkepribadian membuat kita tidak nyaman.
Ke Self inilah tempat kita kembali.
Kami
belajar tentang sensasi fisik di titik mana yang muncul, dan mulai melakukan
“grounding” untuk sensasi tersebut. Belajar menghilangkan sakit-sakit,
pegel-pegel nggak jelas yang disebabkan tekanan pada diri sendiri dan akhirnya
diakhiri dengan sesi pijat memijat.
Day 2
Hari
kedua, pak Ndaru membawa kami untuk kembali ke masa lalu dimana trauma-trauma
masa kecil, serta primal wounding muncul. Kami yang kemarin sudah diajari
tentang peran, subkepribadian dan mengenali diri.
Kami
kembali ditarik kepada masa lalu saat dimana inner child subpersonalities
pertama kali muncul, kami mengajaknya untuk berdamai dan memaafkannya sehingga
ia bisa lega. Kami diminta untuk menerimanya dengan lapang dada. Namun
disinilah saya mulai kacau, emosi yang sangat meledak tiba-tiba saja muncul.
Kelompok saya yang berjumlah 4 orang ini ternyata memiliki tema yang sama yaitu
“Kesepian”. Saya dan 3 teman lain yang usianya juga berbeda jauh dengan saya,
ternyata memiliki tema yang sama dalam proses ini. Saya benar-benar dikuasai emosi
sedih dan dibuat menangis oleh pengalaman yang terpaksa saya buka lagi.
Ternyata, resonansi rasa kesedihan tersebut terbukti. Suasana hati yang kacau
tersebut ternyata mengundang aura yang kurang baik, saya “blank” dan bingung
dengan kondisi ini. saya diliputi kemarahan, dan saya harus memaafkan.
Selesai
dari pelatihan, kami mengirim compassion kepada Dosen-Dosen di fakultas kami
yang sedang sakit. Alhamdulillah...semoga compassion yang kami kirim bisa
berhasil dan meringankan beban beliau-beliau. Saya pun pulang dengan kondisi
yang kacau balau.
Saya
pulang ke Kos dengan kondisi hujan-hujan. Saya nerobos aja karena nggak pengen
berlama-lama ada di ruangan tersebut yang energinya sedih, saya nggak tahu
kenapa saya tiba-tiba nangis sesenggukan di jalan. Untungnya saya pakai masker
dan kondisi hujan. Rasanya benar-benar marah dan nggak tahu mau ngapain. Sampai
di lampu merah perempatan UGM, saya berhenti karena lampunya merah. Di saat
energi kemarahan menghujani saya, tiba-tiba di samping saya ada sebuah motor
yang menabrak motor di samping saya. Astaghfirullahaladzim... padahal ini
kondisinya lampu merah, apa dia nggak tahu kalo ini lampu merah? Antara percaya
dan tidak percaya, saya teringat perkataan Pak Ndaru tadi bahwa energi
kemarahan membuat dunia sekitar kita juga menjadi kacau.
Aaaaak.....entahlaaah...
Nggak
lama kemudian lampu hijau dan saya langsung melaju kencang, nggak meduliin
mereka yang tabrakan tadi. Semoga pada nggak apa-apa dan segera berdamai.
Sampai di perempatan mau belok ke Kos, kok setirnya nggak mau diajar belok sih?
Malah luruuus aja sampe akhirnya di Stasiun Lempuyangan dan saya jadi
muter-muter nggak jelas kaya orang linglung sambil nangis. Saya nggak tahu ini
ada apa... ada apa dengan diri saya? Ya Allah...saya capek..pengen istirahat,
ini udah malem juga. Tadinya saya lapar, tapi akhirnya saya nggak jadi makan
dan bisa pulang ke Kosan udah nggak laper. Setelah sholat isya’, kerasa
pusing banget dan akhirnya tidurrr...
Day 3
Bangun-bangun,
badan saya lebih segar dan nggak pegal-pegal. Sensasi yang kemarin sudah hilang
dan saya udah nggak mengingatnya lagi. Hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin!
Saya
duduk di samping Mbak Dea, mahasiswa Mapro dari UAD sekarang sedang tesis.
Selama pelatihan yang mengungkap pola fraktal membuat saya akhirnya berpikir
bahwa memang benar setiap manusia harus bisa memotong pola fraktal yang terjadi
dalam hidupnya. Caranya hanya dengan bersihkan, bersihkan, bersihkan!
Bersihkan
hati dari segala hal yang membuat dirimu menjadi tidak nyaman.
Kami
melakukan teknik kontras dengan menulis kejelekan diri, kemudian mencoretnya
dengan segenap jiwa dan menuliskan perbaikan dari kejelekan tersebut. Kemudian
menulis siapa saja orang yang pernah menyakiti kita, dan orang yang pernah kita
sakiti. Ternyata, di antara list keduanya pasti ada 1 atau lebih orang yang
sama.
Setiap
orang pasti punya emosi dasar dan hasrat atau keinginan. Emosi tersebut
ternyata berdampak buruk pada diri kita, dan juga hasrat yang terlalu dalam
membuat diri menjadi berorientasi pada hasil. Hasrat tersebut biasa disebut
dengan “wanting”. Wanting-wanting inilah yang menjadikan doa menjadi berat.
Astaghfirullahaladzim....
Pak
Ndaru mengenalkan kepada kami tentang Ho’oponopono. Bacanya biasa aja ya guys?
Ini adalah bahasa dari Hawai, yang artinya menuju kesempurnaan. Kata ini
berisikan 4 kalimat yaitu:
Ada juga lagunya yang bisa disearch di youtube dengan judul Ho'oponopono. Bikin tenteram lagunya.
Yang
keseluruhannya dapat dikenakan kepada orang maupun benda. Saya seperti anak
kecil yang baru menemukan sesuatu, saya pernah mendengar kata ini dari
seseorang yang baik banget sama saya waktu saya awal-awal di Jogja. Makin
kesini tapi makin jauh dan akhirnya nggak pernah ketemu lagi. Saya jadi
teringat orang itu dan saar itu juga saya mengirim Ho’oponopono kepadanya
supaya dia tahu bahwa saya berterima kasih atas semua yang telah dia berikan.
Ho’oponopono
bisa diberikan kepada siapa pun, kepada keluarga, sahabat, teman, bahkan orang
yang sudah meninggal sekalipun. Masya Allah... saya baru tahu ternyata dari
sinilah keilmiahan dari do’a bisa dijelaskan. Saya semakin merasa miskin, dan
nggak ngerti apa-apa di dunia ini. Karena setiap saat saya mendapat sesuatu
yang belum saya ketahui. Saya harus terus belajar dan belajar memahami diri
sendiri, sehingga dari situ saya bisa memahami orang lain.
Terima kasih Suhu!
Mapronis XI di Basic Mindfullness
(Mas Irai, Mbak Cory, Meti, Mbak Sita, saya, Fitri)
Seluruh peserta training mindfullness
Komentar