Basic 1 Mindfullness 6-8 Maret 2015

Magnet kosmos yang menarik saya untuk bisa menjadi bagian dari kelompok mindfullness yang dipandu oleh Pak Hendro Prabowo ini. Panggilan akrabnya adalah Pak Ndaru, beliau merupakan ahli transpersonal yang pernah saya kenal setelah Prof K. Saya ingin menimba ilmu dari orang-orang yang ahli di bidang ini untuk memperkaya diri.

Day 1
Kami yang berjumlah 30 orang ini berkenalan satu per satu, ada yang sudah kenal ada yang belum kenal, dan dari situlah kami belajar bersosialisasi. Kami berasal dari usia beragam dan asalnya juga beragam tidak hanya Yogya, paling muda usia 20 tahun sedangkan peserta lain sudah ada yang 40 tahun ke atas. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, ada yang dari psikologi, dari teknik sipil, planologi, teknik informatika, bahkan teknik Kimia juga ada.
Kemudian kami belajar untuk melakukan relaksasi dalam, dan melatih kondisi mindfullness dimana tubuh dan pikiran berada di saat ini dan disini. Bagi yang sudah terbiasa dengan relaksasi, maka latihan ini menjadi hal yang mudah, namun bagi yang belum terbiasa maka tidak mudah karena harus bernapas dengan napas perut.
Kami berkenalan dengan organ-organ di dalam tubuh, kemudian mengatakan terima kasih kepada masing-masing dari mereka. Dan dengarkan apa saja yang dikatakan oleh organ tersebut kepada kita. Setelah itu kami belajar mengenai sub kepribadian yang ada pada diri kita. Kami diberi list tentang sub kepribadian dan peran apa yang menempel pada diri masing-masing individu. Dari keseluruhan tersebut, dipilihlah 5 saja yang paling mewakili, dan paling mewakili diri. Ke-5 subkepribadian dan peran tersebut digambar dalam bunga dan di tengahnya itulah Self, dimana setiap individu murni dan tidak terpengaruh oleh apapun.
Saya merasakan bahwa “Self” adalah tempat dimana kita sebagai hamba dari Allah, dan tidak ada sebuah peran pun kecuali hamba Allah yang menempel. Kita ini siapa, dan kita bukan siapa-siapa. Nyaman sekali berada di sini, tanpa tuntutan apapun sehingga jika sewaktu-waktu peran dan subkepribadian membuat kita tidak nyaman. Ke Self inilah tempat kita kembali.
Kami belajar tentang sensasi fisik di titik mana yang muncul, dan mulai melakukan “grounding” untuk sensasi tersebut. Belajar menghilangkan sakit-sakit, pegel-pegel nggak jelas yang disebabkan tekanan pada diri sendiri dan akhirnya diakhiri dengan sesi pijat memijat.

Day 2
Hari kedua, pak Ndaru membawa kami untuk kembali ke masa lalu dimana trauma-trauma masa kecil, serta primal wounding muncul. Kami yang kemarin sudah diajari tentang peran, subkepribadian dan mengenali diri.
Kami kembali ditarik kepada masa lalu saat dimana inner child subpersonalities pertama kali muncul, kami mengajaknya untuk berdamai dan memaafkannya sehingga ia bisa lega. Kami diminta untuk menerimanya dengan lapang dada. Namun disinilah saya mulai kacau, emosi yang sangat meledak tiba-tiba saja muncul. Kelompok saya yang berjumlah 4 orang ini ternyata memiliki tema yang sama yaitu “Kesepian”. Saya dan 3 teman lain yang usianya juga berbeda jauh dengan saya, ternyata memiliki tema yang sama dalam proses ini. Saya benar-benar dikuasai emosi sedih dan dibuat menangis oleh pengalaman yang terpaksa saya buka lagi. Ternyata, resonansi rasa kesedihan tersebut terbukti. Suasana hati yang kacau tersebut ternyata mengundang aura yang kurang baik, saya “blank” dan bingung dengan kondisi ini. saya diliputi kemarahan, dan saya harus memaafkan.
Selesai dari pelatihan, kami mengirim compassion kepada Dosen-Dosen di fakultas kami yang sedang sakit. Alhamdulillah...semoga compassion yang kami kirim bisa berhasil dan meringankan beban beliau-beliau. Saya pun pulang dengan kondisi yang kacau balau.

Saya pulang ke Kos dengan kondisi hujan-hujan. Saya nerobos aja karena nggak pengen berlama-lama ada di ruangan tersebut yang energinya sedih, saya nggak tahu kenapa saya tiba-tiba nangis sesenggukan di jalan. Untungnya saya pakai masker dan kondisi hujan. Rasanya benar-benar marah dan nggak tahu mau ngapain. Sampai di lampu merah perempatan UGM, saya berhenti karena lampunya merah. Di saat energi kemarahan menghujani saya, tiba-tiba di samping saya ada sebuah motor yang menabrak motor di samping saya. Astaghfirullahaladzim... padahal ini kondisinya lampu merah, apa dia nggak tahu kalo ini lampu merah? Antara percaya dan tidak percaya, saya teringat perkataan Pak Ndaru tadi bahwa energi kemarahan membuat dunia sekitar kita juga menjadi kacau. Aaaaak.....entahlaaah...
Nggak lama kemudian lampu hijau dan saya langsung melaju kencang, nggak meduliin mereka yang tabrakan tadi. Semoga pada nggak apa-apa dan segera berdamai. Sampai di perempatan mau belok ke Kos, kok setirnya nggak mau diajar belok sih? Malah luruuus aja sampe akhirnya di Stasiun Lempuyangan dan saya jadi muter-muter nggak jelas kaya orang linglung sambil nangis. Saya nggak tahu ini ada apa... ada apa dengan diri saya? Ya Allah...saya capek..pengen istirahat, ini udah malem juga. Tadinya saya lapar, tapi akhirnya saya nggak jadi makan dan bisa pulang ke Kosan udah nggak laper. Setelah sholat isya’, kerasa pusing banget dan akhirnya tidurrr...

Day 3
Bangun-bangun, badan saya lebih segar dan nggak pegal-pegal. Sensasi yang kemarin sudah hilang dan saya udah nggak mengingatnya lagi. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin!
Saya duduk di samping Mbak Dea, mahasiswa Mapro dari UAD sekarang sedang tesis. Selama pelatihan yang mengungkap pola fraktal membuat saya akhirnya berpikir bahwa memang benar setiap manusia harus bisa memotong pola fraktal yang terjadi dalam hidupnya. Caranya hanya dengan bersihkan, bersihkan, bersihkan!
Bersihkan hati dari segala hal yang membuat dirimu menjadi tidak nyaman.
Kami melakukan teknik kontras dengan menulis kejelekan diri, kemudian mencoretnya dengan segenap jiwa dan menuliskan perbaikan dari kejelekan tersebut. Kemudian menulis siapa saja orang yang pernah menyakiti kita, dan orang yang pernah kita sakiti. Ternyata, di antara list keduanya pasti ada 1 atau lebih orang yang sama.
Setiap orang pasti punya emosi dasar dan hasrat atau keinginan. Emosi tersebut ternyata berdampak buruk pada diri kita, dan juga hasrat yang terlalu dalam membuat diri menjadi berorientasi pada hasil. Hasrat tersebut biasa disebut dengan “wanting”. Wanting-wanting inilah yang menjadikan doa menjadi berat. Astaghfirullahaladzim....
Pak Ndaru mengenalkan kepada kami tentang Ho’oponopono. Bacanya biasa aja ya guys? Ini adalah bahasa dari Hawai, yang artinya menuju kesempurnaan. Kata ini berisikan 4 kalimat yaitu:


Ada juga lagunya yang bisa disearch di youtube dengan judul Ho'oponopono. Bikin tenteram lagunya. 

Yang keseluruhannya dapat dikenakan kepada orang maupun benda. Saya seperti anak kecil yang baru menemukan sesuatu, saya pernah mendengar kata ini dari seseorang yang baik banget sama saya waktu saya awal-awal di Jogja. Makin kesini tapi makin jauh dan akhirnya nggak pernah ketemu lagi. Saya jadi teringat orang itu dan saar itu juga saya mengirim Ho’oponopono kepadanya supaya dia tahu bahwa saya berterima kasih atas semua yang telah dia berikan.
Ho’oponopono bisa diberikan kepada siapa pun, kepada keluarga, sahabat, teman, bahkan orang yang sudah meninggal sekalipun. Masya Allah... saya baru tahu ternyata dari sinilah keilmiahan dari do’a bisa dijelaskan. Saya semakin merasa miskin, dan nggak ngerti apa-apa di dunia ini. Karena setiap saat saya mendapat sesuatu yang belum saya ketahui. Saya harus terus belajar dan belajar memahami diri sendiri, sehingga dari situ saya bisa memahami orang lain.

Terima kasih Suhu!
 Mapronis XI di Basic Mindfullness
(Mas Irai, Mbak Cory, Meti, Mbak Sita, saya, Fitri)


 Seluruh peserta training mindfullness

Komentar