Setiap individu pasti ingin
dipandang dan dianggap oleh orang lain, orang-orang di sekitarnya. Namun,
pandangan itu tentu yang bernilai positif. Siapa orang yang ingin dipandang
negatif oleh orang di sekitarnya? Pasti tidak ada..
Apalagi jika kita dibicarakan di
belakang kita tentang kejelekan kita. Toh kita sama-sama tahu bahwa tiap orang
punya kejelekan, tapi apakah tidak cukup kita merasakannya dan menyimpannya
dalam hati saja? Kenapa mesti di-share ke orang lain yang malah makin
mengurangi pahala kita karena kita membicarakan keburukan orang lain.
Yah..itulah manusia, tidak
mungkin bsia lepas dari kebaikan dan keburukan. Bicara soal kebaikan, di sana
pasti ada sebuah kebanggan. Saya pernah dapet cerita dari seseorang, seseorang
ini cerita ke saya tentang anak dari temannya. Temannya ini sedang sakit keras,
kalau tidak salah stroke. Anak beliau ini kebetulan seusia saya juga, seorang aktivis
UNESCO atau UNICEF, atau apalah itu yang bernaung di bawah PBB. Aktivitasnya
yang sangat padat membuatnya jarang pulang ke rumah, di saat kondisi Ayahnya
sedang sakit seperti itu. Lalu saya berpikir, apa memang kemaslahatan umat
lebih penting dibandingkan dengan Ayah yang dari kecil merawat kita sampai
sebesar ini? Apa pandangan orang lebih, loyalitas, dan dedikasi terhadap
organisasi lebih penting di saat sang Ayah sedang lemah seperti ini? Saya
kadang tidak paham dengan jalan pikiran itu. Hal yang mungkin tidak akan kita
perkirakan, tiba-tiba terjadi dan hanya penyesalan yang bisa dirasakan.
Kisah di atas memberi saya satu
nilai, bahwa sepenting apapun kita nantinya, setinggi apapun jabatan kita, ibu
dan bapak tetap yang utama.
Komentar