Ada kalanya saya
merenung, terutama di saat berada di angkot dan kendaraan umum. Merenung bukan
berarti melamun, karena kesadaran saya masih penuh. Merenung ini seperti
menilik ke masa lalu untuk merencanakan masa depan. Kadang iseng-iseng dari
hasil renungan jadi sebuah puisi, tapi kadang malah jadi hal yang tidak berguna
dan hilang tertiup angin.
Seperti saat saya
pulang ke Surabaya, perjalanan Malang-Surabaya memakan waktu + 2 jam. 2
jam ini biasanya saya cenderung diam dan memilih duduk di tempat favorit saya
yaitu bangku kiri dan urutan 3 dari depan. Entah kenapa saya senang duduk di
tempat ini, kalau misalkan sudah ditempati oleh orang saya tetap mencari bangku
yang langsung menghadap ke kaca. Kenapa? Karena saya senang lihat jalan raya
dengan segala hiruk pikuknya. Mulai dari rumah-rumah warga yang beraneka ragam,
kegiatan-kegiatan manusia yang mencari nafkah, atau bahkan beberapa waktu saya
malah ditemukan dengan kecelakaan. Astaghfirullahaladzim... serem kalo itu sih
ya...
Trenyuh tiap kali
lihat pengamen dan pengemis yang menggantungkan hidup pada belas kasihan orang.
Saya selalu ingin menangis melihat orang dengan cacat fisik meminta-minta di
pinggir jalan. Ini salah siapa? Saya dibuat bingung, salah Tuhan? Salah orang
itu sendiri? Salah negara? Atau bahkan salah masyarakat termasuk orang-orang
seperti saya yang cuma bisa melihat tanpa bisa berempati terhadap penderitaan
mereka. Saya tidak tega setiap kali melihat ada anak kecil mengamen di bus,
menyodorkan amplop yang bertuliskan meminta sumbangan untuk membayar sekolah
dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rasanya ingin menyodorkan uang segebok agar
mereka bisa sekolah tanpa harus mencari nafkah dengan cara ini. Tapi itu juga
tidak mungkin, karena jumlah anak-anak semacam itu sangat banyak. Terus
bagaimana? Saya juga dibuat bingung dengan pertanyaan itu.
Mungkin saja
hal-hal seperti itu tidak beres menurut kita, tapi ternyata menurut
pengamen-pengamen tersebut, menjadi hal yang biasa dan itu rutinitas mereka.
Rutinitas itu mereka lalui tanpa beban dan tanpa keluhan. Ahh...itulah adilnya
dunia. Entah bagaimana menjelaskannya, yang jelas hal-hal yang kontras seperti
itu selalu ada dalam kehidupan dan tanpa kita sadari menjadi warna dalam dunia
yang telah diciptakan Tuhan.
Komentar