Beberapa waktu yang
lalu film Ada Apa Dengan Cinta 2 tayang di bioskop-bioskop Indonesia. Dengan
mengusung pemain yang kecantikannya tidak hilang ditelan masa, Dian
Sastrowardoyo dan lelaki dengan pesonanya Nicholas Saputra. Film yang berhasil
menarik jutaan penonton dalam waktu penayangan beberapa hari. Kisah yang
disuguhkan memang begitu dekat dengan kehidupan, ditambah akting para pemainnya
yang piawai, cocok deh. Nggak heran kalau AADC 1 maupun 2 termasuk box office perfilman Indonesia.
Ada beberapa hal
menarik yang penilaiannya subjektif menurut saya. Yang pertama, bias banget
karena latar tempatnya ada di Yogyakarta. Kaya ada rasa-rasa gimana gitu... itu
tempat yang pernah bahkan sering saya kunjungi, seperti jalanan Malioboro dan
sekitarnya, Keraton. Tapi kalau untuk Candi Ratu Boko baru 2 kali kesana,
bahkan untuk Gereja Ayam yang ada di Magelang belum pernah dan baru tahu ada
tempat itu di Magelang. Yaa itung-itung AADC turut mempromosikan pariwisata di
Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Pesona Cinta dan
Rangga tetap tidak lapuk dimakan waktu, seneng deh lihat pemain yang cantik dan
ganteng gitu. Ditambah kostumnya juga ceria. Guyonan-guyonan yang dilontarkan
oleh geng cinta pun nggak berubah, masih tetap konyol seperti dulu dan karakter
masing-masing anggota masih sama.
Pesan kehidupan yang
bisa diambil dari cerita AADC ini. Ketika masa lalumu belum selesai, tetaplah
berusaha maju ke depan, menghadapi hidup yang sudah menantimu. Namun, apabila
kesempatan untuk menyelesaikan masa lalu itu datang, selesaikanlah. Jangan
sampai penyesalan menghinggapi dirimu.
Nasib dan takdir
adalah hal yang berbeda. Nasib adalah hal yang masih bisa diubah selama kamu
berusaha, sedangkan takdir adalah hasil yang tidak bisa diubah karena sudah
ditentukan oleh Tuhan ketika bahkan kita belum lahir.
Satu lagi, kekuatan
puisi di AADC memang juara meskipun ratusan purnama berlalu dan film-film lain
silih berganti. Salut dengan penulis puisi-puisi di AADC. Diksi yang dipilih
begitu menggoda dan membuat dunia bergetar. Kalau katanya Kugy di suratnya
untuk Keenan di film Perahu Kertas, “dan bumi hanyalah sebutir debu di bawah
telapak kaki kita” karena puisi-puisi ini.
“Bandara dan udara
Jarak yang
memisahkan antara New York dan Jakarta”
“Seperti menyelami
kolam di wajahmu yang sendu”
“Akankah kita bisa
mengulang kesempatan yang dulu?”
“Detik tidak pernah
melangkah mundur
Tapi kertas putih
itu selalu ada
Waktu tak pernah
berjalan mundur, dan hari tak pernah terulang
Tetapi pagi selalu
menawarkan cerita baru
Untuk semua
pertanyaan yang belum pernah terjawab”
*kemudian melting
Komentar