Memasuki
bulan Februari ini, saya ingin cerita mengenai hal penting yang berkaitan
dengan TESIS. Satu kata yang memuat berjuta rasa bagi siapa pun yang
mengerjakannya. Sesuatu yang selama 10 bulan terakhir ini berkutat di hari-hari
saya, untuk sesegera mungkin diselesaikan.
Ada
beberapa hal yang membuat saya cukup terusik beberapa bulan yang lalu. Apakah
itu? Beberapa pertanyaan dari orang-orang di sekitar yang menanyakan tentang
tesis. Memang saya akui, kehidupan akademik saya di magister ini tidak semulus
ketika di jenjang sarjana. Saya harus rela menambah satu semester lagi demi bisa
menyelesaikan tugas akhir. 97% teman di angkatan juga mengalami hal serupa, dan
itu menjadi hal yang sangat wajar. Bagi siapapun yang pernah mengalami fase
ini, pasti bisa merasakan bagaimana sensitifnya pertanyaan, “Kapan lulus?”,
“Kapan wisuda?” dibandingkan pertanyaan, “Kapan nikah?”
Bagi
saya, hal itu awalnya tidak menjadi persoalan. Tapi ini mulai jadi persoalan,
ketika saya dibanding-bandingkan dengan teman yang juga menjalani pendidikan
magister di jurusan lain. Banyak teman saya yang mereka masuknya duluan saya,
tapi lulusnya duluan mereka, dengan catatan mereka bukan dari jurusan psikologi
profesi. Mereka rata-rata selesai S2 dalam waktu 1 tahun 6 bulan hingga 2
tahun. Luar biasahhh....
Ada
satu informasi yang mau saya sampaikan, bahwa program yang dirancang untuk
magister pada umumnya dengan magister psikologi profesi itu sedikit berbeda.
Kami ini harus menjalani praktik kerja psikologi profesi di beberapa instansi
yang berkaitan dengan minat yang kita pilih, dan harus membuat laporannya yang
jumlahnya 8 secara lengkap. Setelah itu kami harus ujian untuk mendapat
pengakuan sebagai psikolog. Baru kemudian kami baru menyusun tesis. Bagaimana
bisa barengan? Sebenarnya bisa...dengan catatan otaknya sanggup. Ada memang
beberapa orang yang bisa menamatkan S2 Mapro ini dalam waktu 2,5 tahun pas
bahkan kurang. Tapi nggak pernah itu saya dengar ada yang bisa menyelesaikan
dalam waktu kurang dari 2 tahun. Kalau lebih dari 2,5 tahun banyak banget.
Jadi
kalau ada yang bilang S2 Mapro lama, ya sudahlah diterima saja. Memang nyatanya
begitu. Ibarat disamakan kaya dokter, kita ini lagi menempuh spesialisnya.
Jadinya mau nggak mau ya harus berproses dengan sabar. Meskipun jelas lebih
lama pendidikan dokter lah ya.. karena kita nggak pakai ada acara internsip. It takes time, but it worth...
“Dik...kamu
itu S2 kok lama banget, ngapain aja....?”
“It
takes time banget, yun.....”
“Suwi
yo... sekolah terus ga bosen opo?”
“Kamu angkatan berapa sih? Kok si X masuknya
duluan kamu dia udah lulus?”
“Lu
sekolah mulu, kapan nikahnya?”
Dih,
pertanyaan terakhir paling ngeselin. Jujur ya, komentar-komentar kaya di atas
itu sesuai fakta. Saya mendengar sendiri dari orang-orang yang ada di
sekeliling saya mengatakan hal tersebut ke saya. Sakit hati? Ya iya, kalau
bahasa Jawa nya, “nylekit”. Tapi...
ya sudahlah, dengarkan saja. Mereka berkata seperti itu karena mereka nggak
mengalami secara langsung gimana perjuangan kami di kampus. Mereka nggak tahu
alasan di balik itu semua. Itu juga jadi pelajaran buat saya, kalau mau
melontarkan kalimat harus dipikir dulu matang-matang, apakah bakal menyakiti
atau nggak. Kalau bisa justru kita memberikan semangat terus untuk siapapun itu
yang sedang dalam masa perjuangannya.
"Jadi,
kapan lulus?"
"In
sha Allah bulan April 2017. Aamiin ya robbal alamin."
Komentar