Banyak hal yang bisa
kita syukuri dari hal-hal yang sebenarnya sepele tapi ketika itu tidak ada,
kita merasa sangat kehilangan. Misalnya, nikmat sehat yang menjadikan segala
aktivitas bisa berjalan lancar. Nikmat nafas yang membuat kita menjadi orang
yang tetap hidup di muka bumi. Nikmat punya keluarga dan teman-teman yang
berada di sekitar kita.
Kita masih bisa
duduk manis dan nyaman di kasur ataupun kursi di tempat yang teduh, bebas dari
dingin dan kepanasan di luar sana. Kita masih bisa jalan untuk mengambil minum
yang letaknya hanya beberapa meter di samping kita. Kita masih bisa makan
maupun makanan camilan yang baru dibeli tadi siang. Kita juga masih bisa
membaca tulisan ini dengan posisi yang jauh dari rasa tidak nyaman. Semua itu
patut disyukuri keberadaannya.
Dibandingkan dengan
para penjual koran yang masih harus berjuang menjajakan korannya di lampu lalu
lintas, kita jauh lebih diberi nikmat oleh Allah. Kita tidak harus kepanasan
ataupun kedinginan menawarkan koran, karena kita punya pekerjaan yang bisa
menghidupi dengan kondisi yang lebih nyaman. Kita tidak harus jadi buruh yang
menawarkan jasa punggungnya untuk mengangkat barang bawaan orang-orang di
pasar. Kita juga tidak harus menjadi seorang tukang becak yang masih terdiam di
pinggiran jalan menanti datangnya pelanggan. Kita juga tidak harus jadi kucing
yang mencari makanan di pinggir jalan, mengendus apa yang bisa dimakan di
sekitar jalanan.
Sesungguhnya saya
paling tidak tega melihat fenomena seperti tadi. Kalau dibilang melankolis ya
biarin, karena ketika melihat hal-hal seperti di atas rasanya perasaan seperti
diiris-iris. Saya kasihan dengan mereka, orang-orang yang sudah berusia senja
di pasar, di stasiun, di terminal masih berjuang dengan tenaga mereka untuk
mengumpulkan uang. Saya tidak tega melihat simbah-simbah yang berada di pasar
dengan tubuhnya yang renta, membawakan belanjaan para pengunjung pasar.
Punggungnya yang sudah tak lagi tegap dan matanya yang sayu serta suara lirihnya
saat menawarkan jasa, rasanya pingin melihat simbah-simbah ini duduk manis di
rumah saja bermain dengan cucu. Saya pingin nangis melihat senyumnya yang manis
di balik keriput senjanya. Tak sampai hati rasanya melihat lansia-lansia yang
masih harus berjuang seperti ini. Dimanakah anak-anaknya? Dimanakah kerabatnya?
Dimana?
Rasanya perasaan melankolis
itu hanya bisa dijawab oleh kepastian Tuhan bahwa dunia ini selalu punya dua
sisi. Dimana ada malam, pasti ada siang. Dimana ada gelap, pasti ada terang.
Dimana ada kaya, di situ ada miskin. Di masa ada senang, di situ ada sedih. Dua
sisi ini yang membuat saya akhirnya memahami. Memang ada orang yang diciptakan
dengan sistematika berpikir sedemikian kompleksnya, tapi ada juga orang yang
punya perasaan sangat halus seperti gula putih di kue putri salju. Memang ada
orang yang diciptakan untuk sering mengeluh hanya karena tiba-tiba turun
gerimis di tengah hari, di sisi lain ada orang yang selalu bersyukur meskipun
hari ini tidak tahu harus makan apa.
Sekali lagi saya
belajar dari sebuah kepastian bahwa dunia punya dua hal yang selalu berbeda.
Ada orang yang terlihat berwajah seram tapi ternyata hatinya bak malaikat yang
punya keikhlasan tingkat tinggi. Ada orang terlihat baik namun itu ternyata
hanya pencitraan. Kita nggak pernah tahu. Begitu juga dengan orang-orang di
jalanan yang saya temui tadi. Tidak ada yang tahu hati mereka seperti apa. Bisa
jadi mereka justru merasa lebih bahagia dan damai jiwanya daripada koruptor
kelas kakap. Tapi tidak bisa dipungkiri mereka juga rentan mengalami berbagai
kondisi kejiwaan yang bisa berakibat fatal ketika berlanjut dan menumpuk terus
menerus. Ya, salah satu faktornya adalah ekonomi lemah yang membuat individu
bisa melakukan tindakan kriminal. Meski banyak juga orang yang dengan kondisi
ekonomi lemah sangat-sangat merasa cukup.
Ya, akhirnya saya
belajar banyak dari mereka-mereka yang bisa selalu bersyukur dalam kondisi
ekonomi yang menghimpit. Apapun pekerjaan dan pendapatan yang didapatkan,
mereka tetap mensyukurinya. Itulah yang kemudian diberkahi oleh Allah. Setiap
apa yang kita syukuri, pasti bakal ditambah oleh Allah. Rejeki itu misteri
Tuhan. Tidak ada yang tahu dari penjuru mana datangnya dan berapa jumlahnya.
Maka, lagi-lagi harus menetapkan pada diri bahwa jangan lupa untuk bersyukur,
jangan lupa untuk berbuat baik, jangan lupa untuk bersedekah, jangan lupa untuk
selalu bekerja demi kemanusiaan. Mendengarkan cerita dan melihat senyum bahagia
mereka adalah kebahagiaan yang bisa saya rasakan. Itulah sejatinya salah satu
makna dari hidup, berbahagia ketika melihat kebahagiaan orang lain.
Komentar