Menurut sebuah buku
yang berjudul “The Monks Who Should His Ferrari” mengatakan bahwa setiap
harinya manusia itu memiliki kurang lebih 10.000 pikiran yang terbersit dalam
otaknya. Kok bisa? Ya bisa..misalkan nih kita lagi mengendarai kendaraan di
jalan. Berbagai pikiran-pikiran kecil pasti tersirat, seperti jalanan ini beraspal, kiri kanan ada toko
baju, makanan, hingga elektronik. Eh tiba-tiba lampunya merah, berhenti dong.
Sebelah kiri ada mobil warna biru, sopirnya bapak-bapak berdasi, mungkin dia
baru pulang kerja kaya saya, kerja dimana ya dia? Kok sekilas dia mirip sama
bapak-bapak yang saya temui kemarin di kasir supermarket?
Nah coba dihitung,
itu tadi udah berapa macam pikiran? Ternyata banyak kan...
Hitung saja kalau
dikalikan 24 jam. Pasti semakin banyak.
Itulah kenapa ketika
perjalanan dari Jogja ke Surabaya atau sebaliknya, saya suka mengamati
pikiran-pikiran saya. Pasti Anda juga mengalaminya ketika berada di perjalanan
dan senang melihat jalan, tapi nggak sepenuhnya ngelihat jalan malah pikiran
merantau entah kemana. Itulah saat yang tepat untuk mengamati pikiran kita
sendiri.
Saya mau bercerita
tentang perjalanan beberapa waktu yang lalu ketika berangkat dari Surabaya ke
Jogja naik bus, di jalan melihat banyak kendaraan bermotor saya tiba-tiba mikir,
“Kok aku bisa ya naik motor di Jl. A. Yani Surabaya? Padahal dulu waktu SMA aku
takuuuut banget karena jalannya yang besar dan ramai? Dulu pun nggak kepikiran
untuk bisa naik motor seperti sekarang. Nah ternyata kalo nggak belajar untuk
memulai lebih awal juga ga bakal berani. Aku pun dulu ternyata pernah jatuh dan
nabrak pas awal-awal belajaran naik motor di Surabaya. Tapi nyatanya aku tetap
berani dan mencoba untuk nggak trauma sampai akhirnya bisa dan berani seperti
sekarang.”
Itu baru satu ide,
tapi terdiri dari berbagai pikiran. Jika kita mengeksplorasi kembali apa yang
ada di pikiran-pikiran kita, tentu masih banyak lagi berbagai pikiran yang
terlintas. Dan ya... sometimes we just
need to let it go...
Kalau memang pikiran
itu bisa untuk ditindak lanjuti, kita pasti bakal menyimpannya erat-erat dan
melakukannya. Kalaupun tidak, ya sudah biarkan saja dia pergi. Sama halnya
dengan pikiran yang seringkali saya alamai ketika berada di bus. Melihat ke
arah luar, rasanya terang begitu.. enak ya jadi orang di luar bebas gitu
ngelakuin apa yang mereka mau, nggak kudu duduk manis di bus selama 8 jam
begini. Tapi ketika orang di luar melihat kita, “Wah enak ya yang lagi di bus,
mereka pasti mau pergi ke suatu tempat buat liburan...buat refreshing.. buat
bla bla bla....” yang itu nggak akan ada habisnya kalau kita Cuma saling
liat-liatan.
Yaa...itulah
hidup... wang sinawang katanya. Lalu,
harus gimana biar pikiran ini nggak merenung dan nggak melanglang buana kemana
aja. Ya sudah, amati saja pikirannya. Tidak perlu dianalisis, ditelaah ataupun
ditindak lanjuti jika memang itu membuat gelisah. Kalau pikiran itu membuat
gelisah, syukurilah. Dengan mensyukuri, kita akan menjadi lebih kaya dan
menikmati apa yang kita punya, percayalah.
Komentar