seMesta menduKung



“Meski tanpa perenungan, dari kehidupan sehari-hari pun kita ada untuk memberi manfaat bagi orang lain”

Kurang lebih seperti itu sebuah dialog dari film Semesta Mendukung. Film yang udah lama banget munculnya, tapi saya baru nonton. Film ini menceritakan tentang kegigihan seorang anak dari Madura bernama Arif yang ditinggal oleh Ibunya dan hanya tinggal berdua dengan sang ayah. Ibunya bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Singapura dan sudah 7 tahun tidak pulang. Sedangkan di Madura, Arif dipaksa harus hidup mandiri di tengah kehidupan yang keras. Madura dengan topografi tanahnya yang kering, ternyata menyimpan mutiara emas seperti Arif yang pandai di bidang Fisika. Gurunya bernama bu Tari mengetahui lantas mengajukan Arif agar ikut olimpiade sains nasional. Ia meminta bantuan pada pak Tio Yohanes di Jakarta yang mementori tim FUSI (Fisika untuk seluruh Indonesia) langsung mendatangi Arif di Madura untuk ikut belajar di tim FUSI. Jika nantinya ia memang memenuhi kualifikasi, akan dikirim ke Singapura untuk mengikuti olimpiade sains internasional. 

Disinilah pergulatan batin Arif mulai memuncak. Di satu sisi dia ingin ke Singapura agar bisa mencari ibunya, tapi di sisi lain dia harus mengumpulkan uang untuk bisa diberikan kepada pamannya yang memberinya alamat ibunya di Singapura. Sempat tidak direstui oleh sang ayah, Arif tetap nekat berangkat. Tapi ternyata sebelum perjalanan mereka bertemu dan ayahnya merestui keberangkatan Arif ke Jakarta.

Sesampai di Jakarta, ternyata semuanya tidak berjalan mulus. Ada seseorang yang tidak menyukai Arif di tim tersebut, bernama Bima. Ya maklum saja, ketika orang-orang dengan inteligensi jenius dikumpulkan, mereka memiliki individualis dan egoisme yang tinggi. Bima merasa bahwa Arif yang masih SMP tidak seharusnya bergabung dengan mereka yang sudah SMA. Tapi ada Thamrin dari Betawi yang akhirnya jadi “kakak” bagi Arif, dan mengenalkannya pada pak Kumis, penjual ketoprak di sekitar asrama FUSI yang berasal dari Madura. Arif menduduki peringkat paling bawah saat pengumuman ujian minggu pertama, kemudian dia merasa putus asa dan melarikan diri dari asrama saat hujan deras. Tapi ia bertemu dengan pak Kumis yang akhirnya memberikan semangat bahwa untuk sukses itu harus berani susah dulu, jangan maunya langsung instan. Akhirnya Arif kembali lagi ke asrama dan perlahan peringkatnya mulai naik.

Tiba saatnya pengumuman 6 besar yang akan dikirim ke Singapura. Nama Arif tidak disebut, ia pun sangat sedih dan segera mengemasi barangnya. Saat mengemasi barang tersebut Thamrin menghampiri dan teman-teman lainnya menunggu di depan. Ada satu sponsor yang bersedia membiayai 1 orang lagi untuk berangkat ke Singapura, dan orang yang dipilih tersebut adalah Arif. Langsung saat itu juga Arif sujud syukur. 

Singkat kata, Arif sudah berada di Singapura. Ia berkeliling Singapura mencari alamat ibunya, yang terjadi malah mereka tersesat dan tas Thamrin ketinggalan di kereta. Mereka pulang dengan tangan kosong, padahal besok sudah olimpiade. Arif putus asa dan hampir tidak mau melanjutkan ikut olimpiade tersebut, jika tidak ada Clara, teman setimnya yang memberi semangat. 

Olimpiade berlangsung. Arif seperti biasa, mengeluarkan jurus yang unpredictable dalam menghadapi soal-soal fisika terapan. Ia terinspirasi dari pelecut karapan sapi, ia bisa membawa pulang medali emas dan membawa nama Indonesia menjadi harum di kancah internasional. Sepulangnya dari Singapura, ia disambut keluarga dan teman-teman sekolahnya, dan satu lagi, Ibunya sudah ada di rumah. Akhir cerita memang sudah bisa ditebak akan happy ending, tapi perjuangan seorang anak SMP bisa melewati hari-harinya dengan kuat dan memperjuangkan apa yang diinginkannya inilah yang harus ditiru. Semangatnya untuk memperbaiki hidup dan bisa berada di posisi ini, tidak semua orang bisa mencapainya. 

Film ini dibuat atas inspirasi dari kisah-kisah mengagumkan anak-anak berprestasi Indonesia meski dari lingkungan yang serba kekurangan. Terlebih, dari keluarga yang kurang harmonis. Namun, dari sini kita bisa belajar bahwa dalam kondisi apapun, itu bukan alasan untuk tetap bersemangat membuat hidup lebih baik dari hari kemarin.

Komentar