Lost in Bali

Kamis malam tanggal 27 Februari lalu, saya dan Bapak berangkat ke Denpasar. Bertolak dari Bandara Juanda Surabaya terminal 2. Ada sedikit masalah nih, kami yang ga tau kalo ternyata Bandara Juanda lama sekarang diubah namanya jadi Bandara Juanda terminal 2 yang memberangkatkan Garuda Indonesia dan Air Asia. Kami yang akan naik Air Asia udah turun di Bandara Juanda terminal 1, eh disuruh ke terminal 2 yang letaknya ternyata jauh banget, harus naik taxi lagi. Para calo udah pada nawarin kami buat naik taxinya dengan tarif Rp 50 ribu. Mahal amat??? Trus kami naik taxi resmi Bandara yang ternyata harganya ga jauh beda, Rp 45 ribu. -___-
Untunglah waktunya masih ada beberapa menit untuk check in dan nitip bagasi. Petugasnya udah sok-sokan sabar aja, nanyain "Kenapa, kenapa kok bisa telat?" Zzzzzzzzzzzzzzzz, ya saya bilang "Salah terminal, baru tau kalo dipindah disini!" dengan muka ketus. Bisa juga ternyata saya ketus.

Ternyata, 5 menit sebelum waktu pemberangkatan, ada pengumuman kalau pesawat di delay.. aaaaakkkk apa-apaan ini! Padahal tadi udah lari-lari biar bisa on time kok di delay sampe 30 menit-an. Ya udah saya dan Bapak ngopi dulu di sebuah kedai di situ, eh tapi kok aneh sih, ada yang teriak-teriak waktu mundur, 20 menit, 15 menit, sampe 5 menit. Ternyata, petugas di kafe itu ngingetin kalo kafenya mau tutup jam 22.00 -______- apa-apaan lagi iniii?
Tapi syukurlah nggak lama setelah kami "diusir" secara halus dari kafe, kami segera naik pesawat dan menikmati 40 menit perjalanan dengan tidur. Saat membuka mata, yang ada masih gelap, liat ke bawah juga ga bisa, karena kami ada di atas awan. Liat bintang lah yang akhirnya jadi solusi. Subhanallah, liat bintang di atas pesawat tengah malem gini. Kami melewati by pass Ngurah Rai, ngeliat dari atas bagusss banget kaya ular meliuk-liuk. Setelah itu landing deh. Sudah ditunggu oleh panitia yang menjemput kami, namanya Komink dan Adit. 2 orang ini ternyata udah nunggu dari jam 23 tadi dong. Padahal kami baru sampai jam 23.50 WITA.
"Halo, selamat datang di Bali!" Sambut mereka. Kami pun segera menuju penginapan.
Perjalanan dari Bandara ke daerah Dalung memakan waktu 30 menit kalo ga macet kata mereka. Muter-muter lewat Denpasar juga, dan sampailah di Hotel Kampung Bali Undhira. Sengaja saya milih hotel ini karena dekat dengan arena acara besok. Saat sampai di Hotel, kenapa sepi krik krik dan gelap gulita gini? Yaelaaa....ini kamar masih pada kosong, jadi kami bebas memilih kamar manapun yang kosong itu. Karena peserta lainnya baru datang besok sebelum acara mulai.
Akhirnya, jam 2 dini hari saya baru bisa tidur, ngantuk, capek....

Bangun keesokan harinya dengan mata masih ngantuk, tapi harus semangat!
This day will be an amazing moment of course.
Bertemu dengan Prof Yusti Probowati dan Profesor Profesor lain yang wonderful masih muda-muda semua. Para tetinggi psikologi yang terdiri dari akademisi dari seluruh Universitas di Indonesia, praktisi hukum, polisi, pejabat dan mahasiswa-mahasiswa yang ingin belajar lebih tentang psikologi forensik.
Temu Ilmiah Nasional ke V ini pun akhirnya dimulai, bertempat di Universitas Dhyana Pura, Badung, Bali. Meskipun agak molor, tapi overall sangat menyenangkan, menambah wacana dan wawasan baru. Saya senang bisa berada di tengah-tengah mereka yang sudah pengalaman. Rasanya saya haus ilmu dari mereka yang lebih tahu tentang forensik dan seluk beluknya.
Setelah istirahat sholat makan, tapi saya hanya merasakan istirahat dan sholat, karena panitianya udah keburu beresin makanan saat saya baru datang ke tempat makan. Alhasil, seharian ini ga makan. Hanya coffee break di awal acara tadi, maaf ya panitia, saya kurang appreciated dengan schedule-nya karena nggak hanya saya, tapi beberapa orang lain juga tidak kebagian makan.

Waktunya presentasi ilmiah!
Bertempat di gedung utama, kami dibagi menjadi beberapa kelas dan memaparkan paper masing-masing yang sangat bermanfaat. Saya senang bisa berbagi dengan peserta lain yang papernya semua lebih keren dari saya.  Mereka terdiri dari mahasiswa S1, lulusan S1, S2, S3, dosen, hingga profesor. Apalagi moderatornya teman lamanya Bapak. Grogi? Sedikit...tapi keep forward ajah! Berbagai topik baru bisa saya dapatkan, tentu saja ilmu yang sangat bermanfaat buat saya yang bisa saya bagi dengan lingkungan saya nantinya.
Selesai acara, saya kembali ke hotel dan waktunya jalan-jalaaann!

Saya dan Bapak menyewa sepeda motor untuk keliling-keliling di Bali. Kebetulan letak Badung ini tidak jauh dari Denpasar dan Kuta. Kami yang dari tadi belum makan, akhirnya sore ini bisa merasakan makan. Pilihan untuk makan kami jatuhkan di KFC Gastu alias singkatan dari Jalan Gatot Subroto. Rasanya makan itu bahagia banget ya, Alhamdulillah #beneranlaper

Setelah itu kami pergi ke pantai Seminyak di daerah Kuta, ga jauh ternyata, hanya 8 km. Lumayan cuci mata, refreshing setelah seharian menghadapi teks. Bertemu dengan bule-bule yang lagi menikmati deburan ombak di pinggiran pantai. Mau mampir sih, tapi kok semuanya pada minum bir? Ga jadi deh akhirnya.
Pulang dari Kuta, kami muter-muter ga jelas di sekitaran Denpasar pengen tau wajah malam Denpasar seperti apa. Ternyata emang bagus, seneng aja ketika lihat tempat sembahyang umat Hindu, yaitu Pura dan segala kelengkapannya. Bau dupa yang khas, gaya bangunan yang eksotik, keramahan masyarakat Bali, logat bicaranya, semuanya membuat saya nyaman ada di sini.

Keesokan harinya, kami bersiap-siap untuk benar-benar eksplore Bali! :D
Berbekal peta yang didapat dari Bandara kemarin dan tanya-tanya ke orang-orang, kami mau ke daerah utara. Kintamani, saya segera bilang sama Bapak kalo medannya berat, jangan deh, apalagi Bapak udah berumur segini kan? Takut aja. Akhirnya Bapak ngalah, kami ke Alas Kedaton, meskipun sebenarnya udah lumayan deket sama Kintamani. Tapi ya sudahlah...demi keselamatan. Alas Kedaton ini tempatnya monyet-monyet, tapi disini monyetnya lebih garang daripada di hutan lainnya seperti Sangeh dan Ubud. Kami jadi pengunjung pertama dong, dan menyempatkan beli suvenir disini. Sayangnya, kami tidak berbekal kamera yang mumpuni, karena kameranya lagi dipake sama adek saya buat tugas sekolahnya. Jadi kami hanya foto pake bb curve Bapak. Hape saya lagi eror, suka restart-restart sendiri jadi saya biarin aja ga bisa dipake gitu. -___-

Alas Kedaton cuma gitu aja, kata Bapak. Kami pun berpindah ke Pura Taman Ayun di Mengwi. Namanya kaya nama saya ya? Hehe jadi GR sendiri. Tapi ciusan ini Pura cantiiiik banget, besar dan tertata. Pantesan banyak wisatawan bule yang berkunjung kesini. Mereka tertarik sekali dengan budaya Bali. Beberapa bule yang saya tanyain ada dari Spanyol, Jepang, Korea, India, dan Jerman mereka semua setuju kalau Bali ini tempat yang eksotis.

 saya di depan salah satu bangunan di Pura Taman Ayun

tatanan tempat tinggal Bali yang masih asli di Pura Taman Ayun

 di depan Pura Taman Ayun

Sepulangnya dari Taman Ayun, kami lewat di sebuah jalan yang ternyata habis ada kecelakaan. Astaghfirullahaladzim...kami benar-benar lewat di jalanan beraspal yang masih ada bekas bersimbah darah. Ada sepeda motor yang ringsek dipinggirkan dan orang yang ditutupi daun karena telah meninggal. Astaghfirullahaladzim... Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Alhamdulillah masih diberi keselamatan bagi kami ya.

Destinasi selanjutnya adalah Sangeh. Ini juga tempat monyet, kenapa harus monyet lagi? Ya karena adanya itu... di Sangeh ini monyetnya sudah jinak dan saya berinteraksi langsung dengan mereka. Seru, ternyata saya menemukan satu fakta, bahwa tangan monyet itu halus. Serius lho, waktu saya menyodorkan pisang atau kacang, dia mengambil dari tangan saya dan telapak tangan mereka halus. Tapi mereka ini juga cukup berat, seperti waktu saya pangku nih, berat juga ternyata si Mutmut nih, udah 15-an tahun dia umurnya.

 si Mutmut lagi berusaha membuka kacang buat dimakan

Sayangnya, Bapak saya ga mau masuk ke dalam karena capek jalan. Ya sudah, akhirnya saya sendirian deh ke dalam Sangeh ini, dan sempat foto sama Pohon Lanang Wadon yang katanya bentuknya menyerupai alat kelamin perempuan dan laki-laki. Coba ditilik sendiri.

Pohon Lanang Wadon

Setelah itu, kami berencana ke Nusa Dua karena pengen nyobain by pass Ngurah Rai, tapi karena yang ada sunset Kuta, maka kami kembali ke Kuta, tapi beneran di Pantai Kuta, bukan pantai Seminyak kaya kemarin. Menunggu sunset dari jam 16 hingga jam 18.30 yang berbuah manis. Ditawarin berbagai barang dan jasa oleh para pedagang disini, mulai pijet, jualan kaos, gelang, hingga minuman. Harganya kudu pinter-pinter nawar biar bisa dapet murah, karena orang sini pandai merayu dan memelas agar dagangannya laku. 

Detik-detik sunset sungguh Subhanallah...meskipun harus merelakan kaki belang karena berjemur di pantai.





And this is us! Bapak dan saya

Hari terakhir di Bali, kami mulai bersiap untuk berkemas sebelum jalan-jalan untuk hari ini. Kami harus meninggalkan pulau Bali jam 15.00 untuk menyeberang ke Banyuwangi agar bisa mengejar kereta jam 22.00 nanti. Pagi hingga siang kami berburu kuliner dan oleh-oleh. Makanan khas Ayam Betutu dengan label halal pun Alhamdulillah bisa kami rasakan, enak ternyata ya ayam betutu. Oleh-oleh pai Bali 3 kardus sudah di tangan. Kami pun memutuskan untuk merasakan waktu di Bali untuk hari ini di Alun-Alun Denpasar, depan Pura Jagatnatha dan Museum Kota. Kemudian kami kembali ke Hotel dan sudah ditunggu oleh pemilik motor untuk diantarkan ke Terminal Ubung.

Dari Terminal Ubung, kami naik bis mini ke Pelabuhan Gilimanuk. Rasanya gimana? WOW! Ini sih kaya Bis Puspa Indah antara Malang-Jombang, ga ada AC dan kecil banget. Sengaja emang kami ingin petualangan oper-oper naik Bis, Kapal, dan Kereta. Perjalanan kali ini benar-benar mengesankan, penuh dengan canda tawa dan bisa quality time sama Bapak yang baru pertama kali ke Bali. Eaaaaa pantesan kenapa beliau pengen banget ke Bali nemenin saya... hahahaha
Kami naik bus ke Gilimanuk dari terminal Ubung seharga 30 ribu selama + 4 jam. Terminal Gilimanuk letaknya pas di sebelah Pelabuhan Gilimanuk, jadi ga usah susah-susah jalan jauh. Naik kapal seharga 6000, kemudian menikmati sunset sore ini di atas kapal dengan alunan backsound lagu "isun-isun" Banyuwangi. Benar-benar sore yang langka. Tapi satu yang saya agak terganggu, asap rokok dari penumpang ada di mana-mana. Ada cerita lucu waktu kami mau naik kapal, jadi si kapal Ferry Rajawali ini akan berangkat. Alhasil kami harus cepat-cepat naik sebelum pintunya ditutup. Orang-orang di sekitar kami langsung teriak, "Ayo Pak...mbak...cepetaaannnn!" berasa mirip banget kaya adegan film 5cm dimana si Ian ngejar-ngejar kereta api Matarmaja. Bener-bener mirip, mana Bapak saya ga kuat lari kan, jadi beliau "nggandol" di pundak saya yang udah bawa 1 tas ransel besar. Benar-benar seru, sampai akhirnya bel panjang dibunyikan dan kami sampai tepat waktu di kapal. Rasanya fiuuuuh lega...Semua orang di kapal pada melihat ke arah kami sambil ketawa. 
Kurang lebih 40 menit kami sampai di Pelabuhan Ketapang. Sampai di Pelabuhan Ketapang kami mampir sholat dan istirahat dulu, kemudian cari tempat makan. Nah, kami bingung nih Stasiunnya dimana, kata teman saya sih dekat dari pelabuhan, ga sampai 1km jadi ga usah naik becak atau ojek. Akhirnya kami pun jalan mengikuti petunjuk teman saya tersebut, nyebrang dari pelabuhan ke arah kanan kemudian makan di Coto Makassar dekat Stasiun yang ternyata enaaak. Jam masih menunjukkan pukul 20.00, kami berjalan ke Stasiun yang tinggal deket lurus aja. Duduk-duduk dulu menanti kereta yang masih jam 22.00. Saya sempat tidur di salah satu bangku saking ngantuk dan capeknya, hingga akhirnya jam 21.40 kereta datang dan kami naik. 
Malam ini kami habiskan di kereta api Bisnis Mutiara Malam, tempat tidurnya ga begitu enak. Mungkin karena saya beli bisnis ya, seandainya eksekutif pasti lebih enak, cuma beda 20ribu ini. Ya sudahlah, pengalaman. Sampai di Surabaya jam 4 subuh dan sampailah kami di rumah dengan selamat. Perjalanan kali ini benar-benar lengkap, mulai dari naik kendaraan via udara, darat dan laut telah kami rasakan.

Komentar