Pertemuan singkat

Kembali ke Surabaya dan menjalani hari-hari seperti biasanya seperti 8 tahun yang lalu, cukup butuh adaptasi. Mulai dari aktivitas hingga orang-orangnya. Meski nggak yang shock-shock amat, tapi adaptasi adalah proses. Tidak perlu waktu lama memang, karena tempat ini adalah tanah kelahiran saya. 

Bertemu dengan teman-teman lama yang selama beberapa tahun terakhir nggak ketemu, berinteraksi dengan mereka yang ternyata baru saya sadari logatnya berbeda dengan daerah Jogja. Ternyata waktu mengubah segalanya ya.. mulai dari fisik hingga pemikiran yang tak lagi sama dengan dulu. Ya pasti lah ya.. People changes

Tulisan kali ini saya bakal ngebahas pertemuan-pertemuan singkat bersama orang-orang yang sudah lama dikenal, tapi menurut saya berkesan. Kita mulai dari pertemuan bersama Guru Bahasa Indonesia semasa SMA yang masih semangat banget menjalani aktivitasnya, panggil saja Ibu D. Ibu D ini yang tahu gimana saya sehari-hari di sekolah dulu. Selama kelas XI dan XII yang cukup banyak izin dari kelas buat ngurusin mading. Suatu hari di bulan Agustus lalu, saya ikut sebuah workshop membuat pop up yang diselenggarakan sebuah komunitas kreatif bernama wyied. Saat saya datang, kok rasa-rasanya kenal sama salah seorang peserta yang ternyata adalah Ibu D. Kaget dan senang sekali pastinya, kok bisa ada disini bu? Ternyata beliau tahu kalau saya ikut workshop ini, eh beliau jadinya ikutan juga. OMG! Ibuku satu ini emang kook... pantesan jadi guru favorit sampai sekarang. Beliau ini memang paling ngerti sama murid-muridnya, sampai hobi yang sekecil ini pun. Selama mengikuti workshop hingga sesi makan dan foto bareng, kami pun kangen-kangenan karena ceritanya sudah nggak bertemu hampir 8 tahun. Satu hal positif yang nggak bisa saya lupakan dari sosok ini adalah caranya memahami anak didik dan anaknya sendiri. Ibu super sabar yang selalu jadi panutan sebagai seorang pendidik. Satu muara yang berperan penting bagi perkembangan masa remaja saya adalah Ibu D ini. 

Bertemu dengan salah seorang sahabat yang saya kenal sejak masuk organisasi waktu S1. Dia dari jurusan Sastra Jepang, sebut saja dia dengan inisial G. Awal organisasi kami memang nggak akrab meskipun berada di satu divisi, tetapi menjelang mau lulus justru kami makin akrab meski berasal dari fakultas yang berbeda. Selepas S1, dia sempat berkarir di Jepang selama hampir 10 bulan kemudian melanjutkan bekerja di Surabaya di bidang hospitality. Kalau dibilang kami banyak persamaan, nggak juga. Secara pemikiran, kami banyak berseberangan. Tapi entah, selalu ada frekuensi yang sama yaitu dalam hal traveling. "Tukang jalan" satu ini sudah menjelajah negara-negara ASEAN dan Jepang, dan sekarang ingin menabung untuk destinasi berikutnya. Meski dia sekarang jauh lebih berkelas dibandingkan dulu saat kemana-mana kita masih naik angkot dan makan di pinggiran jalan. Sedangkan sekarang, dia udah berani ngajak belanja di tempat perbelanjaan yang menurut saya nggak terjangkau harganya. Tapi dia selalu rendah hati dan nggak sombong sama yang dia punya dan selalu jujur apa adanya terhadap kondisi dirinya, ini yang saya cari dalam pertemanan dimanapun. 

Seorang adik tingkat semasa SMA yang sekarang berkarir menjadi broadcaster di sebuah radio di Surabaya. Namanya sudah cukup dikenal di kalangan penyiar muda karena pembawaannya yang selalu menyenangkan, sebut saja namanya K. Saya mengenalnya sebagai mantan pemimpin redaksi mading 2 tahun di bawah saya. Kami pernah pusing-pusing bareng nyari topik hingga ngerjakan mading di sebuah kompetisi terbesar di Jawa Timur. Hasilnya? Kami berhasil menyabet menjadi top ten school di kompetisi tersebut. Bangga? Pasti... Setelah itu, kami nggak bertemu lamaa sekali hingga akhirnya pada pertengahan September ini kami dipertemukan kembali. Saya diminta untuk menjadi tamu di radio untuk menyampaikan beberapa hal tentang psikologi. Nervous? Awalnya.. Mana saya pakai acara terlambat datang, jadilah saya makin nggak enak hati. Tapi justru dia menenangkan saya dan memulai acara dengan cairnya. Ternyata, ngomong di radio itu sungguh nggak gampang, harus enerjik dengan intonasi yang nggak membosankan. Ditambah lagi harus menjawab dengan spontan dan kalau ada yang belibet ngomongnya pasti ketahuan banget. Selesai acara, kami sempat makan bersama dan mendapati beberapa persamaan yaitu sedang merintis sesuatu hal yang baru sesuai dengan bidang masing-masing. Sungguh... selalu ada frekuensi yang menyamakan ketika kita bertemu dengan seseorang. 

Masih ada beberapa pertemuan singkat yang sudah saya lalui bersama mereka, meski saya tidak terlalu akrab. Sempat bertemu dengan penjual pukis semasa saya SD yang hingga saat ini masih berkeliling menjajakan pukisnya dengan gerobak yang masih sama. Bertemu dengan Pak N yang merupakan penjual pentol (cilok) semasa SD yang hingga sekarang juga masih berjualan pentol di tempat yang sama. Berpapasan dengan bapak penjual makanan rangin yang hingga detik ini masih berkeliling menjual ranginnya dan berhenti di tempat-tempat yang ramai. Menyapa penjual klanting yang sampai sekarang masih konsisten bersama anaknya menunggui dagangan di depan gang rumah saya saat SD. 

Orang-orang yang pernah menghiasi hari-hari semasa kecil hingga saya lulus SMA ini kembali saya temui. Saya sapa satu per satu, karena saya tetap ingin menjalin silaturahmi dengan mereka. Bukankah menjalin silaturahim adalah salah satu sunnah Rasul? Dari sanalah siapa tahu rezeki akan datang.. dari sanalah akan muncul rasa ukhuwah bahwa sesama manusia adalah kodratnya saling mengasihi dan membantu. 

Semoga pertemuan singkat dengan beberapa orang ini serta orang-orang lain yang tidak bisa disebutkan disini bisa berlanjut terus. Merencanakan dan membuat hal-hal positif sesuai ambisi masing-masing sehingga memberikan kebaikan atu sama lain... Aamiin ya robbal alamin...





Komentar