Uang dan polemik

Ilustrasi by google 

Entah apa jadinya bila dunia ini tak lagi ada yang namanya dia. Dia yang mampu mengubah perilaku manusia menjadi penuh intrik. Dia yang serasa bisa memenuhi segala keinginan. Dia yang bisa membuat manusia menjadi orang paling bahagia di dunia. Hanya dia, alasan utama manusia-manusia modern rela melakukan apapun. 

Tapi, dia tak akan menemanimu ketika berpulang. Dia tak akan selamanya bisa digenggam, karena dia begitu fana. Dia begitu sarat dengan keduniawian yang seketika bisa saja lenyap. 

Tahukah Anda, apa yang dimaksud dengan "dia?" 

Sebuah alat tukar yang biasa disebut dengan uang. Benda satu ini yang bisa mengubah dunia menjadi yang awalnya damai, seakan diselimuti oleh berbagai cara untuk bisa mendapatkannya. Padahal, zaman dahulu jauh sebelum merdeka, orang tak sebegitunya menganggap benda ini sebagai hal yang paling berharga. Namun sejak dibukanya Indonesia bagi penanam modal swasta asing, banyak perkebunan yang berdiri seperti perkebunan tebu, kopi, tembakau, dan tanaman lainnya. Keadaan ini berdampak bagi kondisi penduduk Indonesia. Mereka berubah menjadi buruh pabrik dan perkebunan yang digaji dengan uang, sehingga mereka mulai mengenal sistem uang sebagai alat tukar. 

Ketika segala hal saat ini dikaitkan dengan uang, uang dan uang. Aneh, bosan, dan tak mengerti mengapa hal ini menjadi satu hal yang bisa mengubah tatanan dunia. Menjadikan manusia menjadi golongan tertentu dengan strata sosial tinggi, menengah, bawah. Bagi saya yang bukan orang ekonomi menanggapinya begitu sinis, namun bagi mereka yang berkecimpung di bidang finance pasti akan sangat menentangnya. Meski begitu, ini bukan untuk diperdebatkan. Lebih karena sudut pandang yang berbeda, karena pengalaman yang melatar belakangi kami bertumbuh juga berbeda. Jadi, mau sampai kapan harus memperdebatkan sudut pandang untuk hal yang tidak karuan ujungnya. 

Dari sudut pandang saya - orang yang tidak tahu apa-apa tentang dunia, uang bukanlah hal yang segalanya di dunia ini. Memang... kita hidup di dunia ini munafik kalau tidak butuh uang. Tapi tidak semuanya bisa dikejar karena alasan uang. Buat apa berlomba menjadi orang terkaya sedunia jika tidak bisa memberi manfaat dan membuat hati tenteram? Biarpun uangmu banyak, tapi hatimu serasa kosong. Pasti ada yang salah... Namun bagi mereka yang hatinya sudah bahagia dan dinaungi uang yang banyak, bersyukurlah dan jangan lupa berbagi. 

Di lain kesempatan saya bakal posting tentang kaitan antara materialistis dan spiritualitas yang ternyata bisa dilihat dari sudut pandang yang menarik. Soon ya!

Komentar