Mapronis goes to Puskesmas



Terhitung sejak 1 Juli 2015 lalu kami sudah menjalani praktek kerja selama 27 hari. Alhamdulillah.... banyak hal yang bisa dipelajari di tempat yang benar-benar baru bagi kami. saya akan cerita secuil kondisi di tempat saya ditempatkan, suatu Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Awalnya saya melihat Puskesmas yang terletak agak nyempil di kerumunan pasar ini sebagai Puskesmas yang sangat ramai dikunjungi pasien. Kenapa? Karena letaknya yang memang dekat dengan pasar dan dekat jalan raya, jadi orang banyak yang mengunjungi letaknya strategis. Kemudian hari pertama masuk, saya diperkenalkan oleh supervisor saya yang sudah lebih dari 5 tahun bekerja di Puskesmas ini sebagai Psikolog, kepada seluruh bagian dari Puskesmas. Mulai dari Dokter, pegawai Tata Usaha, Fisioterapi, Apoteker, Bidan, Kespro, dan pegawai-pegawai lainnya. Mereka menyambut dengan ramah, pada pandangan pertama saya jelas mendapatkan kesan yang baik. Kebetulan poli psikologi ini berada di satu ruang dengan ruang poli gizi. Jadi 2 poli ini memang sering bekerjasama. Di poli Gizi ada 2 orang yang menjadi nutrisionis, sedangkan psikologi hanya 1 orang Psikolog yang menjadi supervisor saya.

Minggu pertama saya observasi dulu apa yang dilakukan oleh Psikolog. Kemudian minggu kedua barulah saya mulai boleh menangani pasien. Saya masih ingat apsien pertama saya adalah seorang bayi berusia 8 bulan yang dirujuk dari KIA untuk dideteksi tumbuh kembangnya. Pertama nanganin pasien pastilah deg-degan, ini mau digimanain, bener nggak sih saya tadi periksanya? Ngasih konseling ke orang tua juga bener nggak? Sok-sokan ngasih psikoedukasi padahal sendirinya belum pernah punya anak. Tapi tetap, profesionalisme harus dijaga. Meskipun belum punya anak, ya trus kenapa? Waktu kuliah kan udah diajarin ilmunya.  

Hal yang paling sering saya tangani juga yaitu konseling calon manten. Iya, di daerah DIY wajib hukumnya bagi pasangan yang akan menikah untuk suntik TT baru perempuan, kemudian konseling gizi, dan konseling pasangan yang akan menikah. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pernikahan yang terkait faktor psikologis diberikan di sesi ini. Pasien pertama saya waktu itu adalah sepasang kekasih yang akan menikah, mereka berusia 45 dan 46 tahun, perempuan yang lebih tua setahun. Ini adalah pernikahan pertama dan lucunya mereka tiba-tiba bilang, “Iya e mbak baru ketemunya sekarang.....”. Saya cuman bisa senyum dan menimpali, “Namanya juga jodoh ya....” Padahal dalam hal perasaan campur aduk, waow bisa ya... kalo udah usia segitu, faktor yang paling rawan adalah ketika nantinya punya anak, karena usia perempuan yang lebih dari 35 tahun sudah dikatakan tidak lagi produktif. Kalau nanti hamil, pasti ada banyak faktor resiko yang dibawa, itu pun diberikan saat konseling. Pernah juga saya ngasih konseling ke sepasang kekasih yang akan menikah, mereka sudah pernah menikah dan gagal, kemudian ini adalah pernikahan kedua mereka. Masing-masing sudah memiliki 1 anak. Saya tanya, “Antara anak-anak sudah saling kenal dan akrab?” 
Mereka jawab sudah. Kemudian gantian mereka yang nanya, “Mbaknya kalau nikah juga ada konsultasi gini dengan Psikolog? Kan mbaknya Psikolog?”
Kemudian hening, krik krik....
“Saya konsultasinya dengan orang tua saja Pak....” dengan senyum termanis.
“Ohh...mbaknya sudah nikah?” pertanyaan yang paling saya khawatirkan ternyata beneran kejadian.
“Eee.... in sha Allah Pak, tahun depan...” jawaban itu yang spontan terlontar. Padahal saya ngasal aja jawab gitu.
“Ooo iya iya.... semoga kita semua diberi kelancaran ya....” timpal Bapak yang ada di depan saya.
“Aamiin... Aamiin ya Pak....”

Ahahaha...ya Allah rasanya keluar dari ruang konseling itu pengen ketawa, ya begini ini resikonya konselor pernikahan tapi dianya belum nikah. Tapi nggak apa-apa lah namanya juga belajar.
Banyak juga konsultasi ibu hamil, kami mendeteksi kalau-kalau ada kecemasan pada ibu hamil dan screening apakah ada kemungkinan ibu tersebut dikenai KDRT oleh suami atau keluarganya.
Tetapi, fokus utama saya jelas ke kasus individu karena yang akan dibuat laporan adalah kasus individu non psikotik sebanyak 2, 1 kasus anak/remaja/lansia/keluarga, 1 kasus kelompok dan 1 kasus komunitas. Tapi harus ditangani secara mendalam. Alhamdulillah sejauh ini sudah dapat 1 klien non psikotik, 1 klien anak dan kasus komunitas sedang dalam proses. Sudah sempat home visit ke rumah klien dan mendapat respon yang baik dari mereka.

Setiap harinya jarak yang saya tempuh dari kost ke Puskesmas sekitar 24 km pulang pergi. Cukup jauh ya... memang. Berangkat jam 7 kurang, karena masuknya jam 7.30. Setiap hari harus melalui jalan ringroad utara ke arah Terminal Jombor, saya selalu memilih lewat flyover karena nggak macet. Di atas fly over itu, setiap paginya saya menyaksikan gunung Merapi dengan megahnya berada di utara. Masya Allah....bagus banget, nikmat Tuhan manakah yang hendak kamu dustakan? “Selamat pagi, Merapi..... aku memuji sang pencipta alam seperti megahnya Merapi yang berdiri di tanah Jogja...”. Tapi 5 hari belakangan gunung Merapi nggak kelihatan karena tertutup awan. Kemudian melewati Jalan Magelang yang ramai oleh kendaraan dari motor hingga bus dan truk yang menyambungkan wilayah DIY dengan Jawa Tengah. Awalnya masih belum terbiasa, tapi lama kelamaan saya jadi terbiasa dan sudah mulai hapal hingga lubang-lubang jalan yang harus dihindari ketika lewat. Praktek di Puskesmas ini membuka mata saya bahwa wilayah DIY itu luas lho, saat home visit saja saya sampai tanya kepada 7 orang selama perjalanan demi mencari tahu rumah klien. Pergi ke Puskesmas Pembantu yang ada rawat inapnya, dan menangani klien dari mutism hingga histeria. Semua itu memberikan saya pengalaman dan pengetahuan baru bahwa ilmu psikologi sangat dibutuhkan di kalangan akar rumput. 

Ini semakin membulatkan tekad saya untuk terus mengabdi memenuhi panggilan bangsa, bahwa psikologi bukan ilmu yang high class, tapi psikologi adalah ilmu yang semua orang membutuhkannya. Niatan untuk mengabdikan diri di luar pulau Jawa pun semakin kuat agar wilayah di luar Jawa juga bisa maju seperti pulau Jawa. Jika bukan kita generasi muda yang melakukannya, apakah orang dari luar negeri yang sudah banyak mengeksplor wilayah Indonesia bagian selain Jawa yang harus melakukannya? Tidak kan? 

Anyway, semoga terus dilancarkan dan dimudahkan perjalanan PKPP di Puskesmas selama 1 bulan lebih ke depan untuk seluruh mahasiswa Mapro Klinis XI . 
Ini ada berita tentang penghargaan kepada Bupati Sleman terhadap pengadaan Psikolog di Puskesmas Sleman. Silahkan klik disini.

 Mapronis sewaktu acara buka bersama

 
 Mapronis di acara Syawalan (a.k.a Halal bihalal kalo bahasa Suroboyo-nya) bertempat di rumah mbak Samira yang etnik Jogja banget

 

Komentar