Ide sederhana
terkadang disepelekan dan tidak dianggap, namun hal sepele itulah yang perlahan
mengubah dunia. Awal tahun 2016 ini dibuka dengan tontonan yang bermutu macam
“Kick Andy”. Ga sengaja memindah channel dengan randomnya, saya menemukan
beberapa orang inspiratif yang mampu mengubah lingkungan sekitarnya dengan cara
sederhana yang berimbas tidka sederhana.
Seseorang bernama
Lusy yang melatih para narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan di Batam
untuk membuat baju boneka barbie. Tapi tidak sembarang baju, baju ini bermotif
batik. Mereka diberi pelatihan kemudian membuat baju dengan desain yang
beraneka ragam untuk kemudian diberi upah. Boneka yang sudah cantik dengan
memakai baju batik itu kemudian dijual ke pangsa pasar dunia. Hebat kan? Mereka
tidak hanya diberi kesibukan, tapi dengan mereka bisa membuat baju boneka dan
merias boneka, para narapidana itu merasa dirinya berharga. Kepercayaan diri
kembali muncul, waktu luang menjadi hal yang sangat berharga, kesedihan tidak
lagi dirasakan. Terapeutik sekali... Saya sangat salut dengan usaha nyata yang
dilakukan oleh mbak Lusy ini. Kegiatan yang ia lakukan ini ternyata memiliki
nilai historis yang panjang, dimana dulu ibu mbak Lusy ini pernah juga berada
di Lapas. Justru, hal itulah yang memecut semangat Lusy untuk bisa
berkontribusi lebih terhadap masyrakat di Lapas. Program yang ia kerjakan sudah
3 tahun terakhir ini berhasil membuahkan berbagai penghargaan yang semuanya
berasal dari luar negeri, terutama Amerika. Ironisnya, justru di Indonesia
karya anak negeri semacam ini kurang begitu diapresiasi. Padahal, ia
memanfaatkan produk batik yang memang asli dalam negeri. Baru deh kalau nanti
batik diakui sebagai produk luar negeri, kita teriak-teriak. Saat ini, Lusy
memiliki target akan membuat 1000 batik girls for Indonesia. Batik girls,
begitulah sebutannya bagi boneka barbie yang telah disulap menjadi boneka
barbie cantik dengan gaun batik ini selain dijual ke luar negeri, juga
dibagikan secara gratis kepada anak-anak kurang mampu, anak-anak menyandang
thalasemia, anak-anak HIV / AIDS. Sungguh mulia sekali....
Orang kedua yang
menginspirasi di awal tahun ini adalah seorang bernama Denok yang berasal dari
Solo. Ia merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tidak
tanggung-tanggung kan? Ia merelakan melepas pekerjaannya di sebuah perusahaan
ternama di Jakarta demi bisa menjadi “tukang sampah intelektual”. Berawal dari
penderitaan karena sakitnya yang membuatnya tidak bisa berjalan, ia membuat
janji pada dirinya sendiri untuk membuat perubahan. Hal pertama yang ia
panjatkan ialah, “Apa yang bisa saya lakukan ya Tuhan jika nantinya saya bisa
berjalan lagi?”. Tuhan menjawab “Bantar Gebang”. Ini adalah sebuah nama tempat
pembuangan akhir di Jakarta. Namanya tempat pembuangan akhir, pastilah kotor
dan menjijikkan. Tapi itulah awal perubahan bagi dirinya. Dengan naik ojek,
Denok berangkat ke TPA tersebut dan melihat fenomena pemulung beserta sampah
yang menggunung. Dari sanalah ia membeli sampah plastik kemudian ia bawa
pulang. Dengan bekal kreativitas dan hobi yang ia punya, ia kemudian menyulap
sampah tersebut menjadi sebuah kerajinan tas yang menarik dengan bantuan
penjahit yang ada di daerahnya. Setelah itu ia menawarkan kepada sebuah Lapas
di Solo untuk memberikan pelatihan kepada para narapidananya membuat kerajinan
ini. Awalnya ia melihat bahwa kegiatan “Binker – Bina Kerja” di Lapas yang
sangat sedikit diikuti oleh para napi, sehingga bagaimana caranya agar mereka
bisa dan mau bekerja dengan giat. Dengan caranya sendiri, Denok melakukan
pendekatan yang membuat para napi dengan senang hati melakukan pekerjaan
melakukan pekerjaan membuat kerajinan dari barang-barang bekas. Mulai dari
koran bekas, kaleng cat, bambu, kayu-kayu, dan apa pun yang ada di sekitar kita
bisa dimanfaatkannya menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis dan kreatif. Dari
mulai tas, becak-becakan, angkringan dengan segala detilnya, berhasil ia buat
dan menjadi hal yang indah. Hingga kini, ia berhasil membuat kegiatan Binker di
Lapas menjadi hal yang menyenangkan dan bernilai terapeutik bagi para napi.
Mereka tidak hanya merasa senang, tapi juga mendapatkan penghasilan tambahan.
Hal yang saat ini masih gencar dilakukan oleh Denok ialah melakukan edukasi
pemilahan sampah, karena masyarakat Indonesia masih belum paham sepenuhnya
bagaimana caranya memilah sampah kering dan basah, sampah kayu, plastik,
organik, dan anorganik. Keren... saya dukung mbak Denok untuk programnya...
Saya sangat kagum
dengan orang-orang macam mereka, yang rela meninggalkan zona nyamannya berada
di perkantoran dan berkontribusi lebih kepada masyarakat. Lantas, saya kembali
berkaca pada diri sendiri. Apakah saya bisa seperti mereka? Ya... pasti bisa.
Komentar