Memasuki bulan
Ramadhan, memasuki hari-hari penuh dengan rahmat dan karunia dari Allah. Umat
Muslim di seluruh dunia menyambut dengan suka cita. Mengisinya dengan
memperbanyak ibadah adalah hal yang paling dianjurkan. Salah satunya adalah
dengan mengerjakan shalat tarawih. Pada hari ke-3 Ramadhan lalu, saya
memenuhkan niat untuk shalat tarawih di Masjid Kampus UGM. Setiap kali ke
Masjid Kampus, ada hal yang berbeda yang saya rasakan, kedamaian dan
ketentraman. Apakah hal itu dirasakan oleh orang lain? Saya tidak tahu.
Faktanya, setiap
kali Ramadhan, Masjid Kampus selalu mendatangkan para tokoh-tokoh hebat dari
seluruh Indonesia untuk mengisi ceramah setiap tarawih, shalat subuh, dan
menjelang berbuka puasa. Mulai dari akademisi, hingga praktisi yang berpengaruh
banyak untuk bidangnya masing-masing. Untuk malam ini saja yang didatangkan
tidak main-main, seorang mantan Ketua MK yang berasal dari tanah Madura, Prof.
Mahfud MD.
Dalam ceramahnya,
beliau menuturkan mengenai pengertian berdzikir. Dzikir itu tidak hanya berupa
lafadz yang kita ucapka. Begitu juga dengan taqwa, tidak hanya mendekatkan diri
kepada Allah dengan ibadah, namun juga dengan berbuat baik kepada sesama
manusia. Beliau menceritakan tentang kisah sufi pada zaman dahulu dimana ada
seseorang di zaman Sultan Murat 4 yang meninggal dunia kemudian jenazahnya malah
ditendang kesana kemari oleh orang-orang. Datanglah Sultan Murat yang saat itu
menyamar sebagai masyarakat biasa dan bertanya kepada seseorang yang ada di
situ. Seseorang itu mengatakan bahwa semasa hidup, jenazah orang tersebut
seringkali terlihat membawa pelacur ke rumahnya dan membawa minuman keras.
Ketika orang tersebut meninggal dunia, maka perlakuan ini dianggap pantas bagi
orang yang mengerjakan perbuatan buruk semasa hidupya. Sultan pun menanyakan
apakah ia memiliki istri atau keluarga? Ya, ia memiliki istri dan
ditunjukkanlah rumahnya. Sultan pun menghampiri rumah istri orang tersebut dan
mengklarifikasi keterangan masyarakat mengenai suaminya. Istri tersebut
membenarkan bahwa suaminya semasa hidupnya memang seringkali membawa pelacur
untuk dibawa ke rumah dan membawa minuman keras bagi pelacur tersebut. Namun
saat dibawa ke rumah, pelacur tersebut dinasehati oleh suaminya agar kembali ke
jalan yang benar dan tidak memilih jalan yang dilaknat oleh Allah. Istrinya
mengetahui hal tersebut dan sempat menasehati sang suami bahwa cara yang
digunakan suaminya untuk mengembalikan pelacur ke jalan yang benar akan
mendapatkan tanggapan negatif dari orang-orang di sekitar. Suaminya mengatakan
bahwa ia tidak perlu berbuat baiknya tidak diketahui oleh orang-orang, karena
ia tidak menginginkan penilaian tersebut. Namun suaminya mengatakan bahwa suatu
saat nanti ketika ia meninggal, ia akan dimakamkan oleh seorang petinggi atau
seorang sultan. Istrinya menuturkan hal tersebut kepada Sultan yang masih dalam
kondisi menyamar tersebut.
Seketika itu juga
Sultan memerintahkan anak buahnya untuk segera memakamkan jenazah orang yang
telah berbuat baik tersebut dan memberikan penghormatan yang tinggi bagi orang
yang telah memberikan pelajaran bahwa berbuat baik tidak harus untuk diketahui
oleh orang lain.
Dari pelajaran
tersebut, dapat diambil pemaknaannya bahwa tetaplah berbuat baik meskipun tanpa
dilihat orang lain. Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari, doa ihdinaashiratal mustaqim yang setiap
kali shalat kita panjatkan memiliki pengertian bahwa makhluk seperti kita agar
selalu ditunjukkan tetap berada di jalan yang lurus, agar tetap istiqomah dalam
menjalankan kebenaran.
Kisah lain yang
disampaikan oleh beliau yaitu tentang cerita hidupnya pada masa lalu dimana ia
yang berasal dari daerah jauh dari hiruk pikuk perkotaan, berangkat merantau ke
tanah Yogyakarta dan berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Sosok brilian yang memiliki tekad gigih, tekun dan selalu berbuat baik ini
semasa kuliah mengalami naik turun yang hingga saat ini saya masih ingat bahwa
jangan under estimate terhadap diri sendiri. Kita tidak akan pernah tahu
kejutan apa yang Allah akan berikan kepada kita. Siapa yang menyangka bahwa
sosok akademisi ini dapat menjadi Menteri pada zaman Presiden Gus Dur. Beliau
pun juga tidak akan pernah mengira bahwa akan menduduki kursi tersebut. Ketika
beliau menunaikan ibadah Haji pada tahun 90-an, di depan Ka’bah beliau
tiba-tiba merasa ingin bisa seperti Yusril Ihza Mahendra yang merupakan Menteri
pada jaman itu. Ada perasaan malu, tapi ingin bisa seperti itu yang kemudian ia
panjatkan kepada Allah. Dan Masya Allah, sepulangnya dari tanah suci, doa yang
dipanjatkan dengan malu-malu tersebut diberikan kepadanya. Tiap dari kita pasti
pernah mengalami pengalaman sufis seperti beliau, dan masih mungkin akan
terjadi di masa yang akan datang. Entah dari segi mana, tidak akan pernah ada
yang tahu.
Maka, tetaplah
berbuat baik kepada apa dan siapapun itu. Tetaplah berkarya dalam bidang
masing-masing. Menjalankan peran dengan baik dalam bidang masing-masing. Tidak
perlu takut untuk membuat perubahan sekecil apapun itu. Dimulai dari diri ini
dan saat ini.
Semoga konsistensi
akan selalu memberikan jalannya menuju kesuksesan.
Komentar