Tiket yang sudah ada di tangan sejak bulan Juni 2016 lalu akhirnya bisa
dilaksanakan juga. Perjalanan yang sebenarnya belum terencanakan mau kemana saja,
akhirnya harus terencana. Menyusun itinerary serta memilih penginapan adalah
hal yang harus dilakukan pertama kalinya. Berbekal tiket promo dari maskapai
Air Asia, saya dan salah seorang teman dari Malang berangkat ke Kuala Lumpur,
Malaysia.
Tulisan kali ini bakal membahas tentang perjalanan saya selama 5 hari 4
malam di Malaysia berikut biaya yang dikeluarkan. Tapi kembali lagi, tiap orang
kebutuhan dan gaya hidupnya berbeda, jadi ini adalah estimasi biaya versi perjalanan kami.
Pertama, kita bahas tentang proses keberangkatan. Kami pesan pesawat
untuk tujuan Surabaya (Juanda) ke Kuala Lumpur (KLIA2) dengan waktu
keberangkatan 12.15 WIB. Waktu menunjukkan jam 10.30 kami udah check in karena
3 jam sebelum keberangkatan counternya udah dibuka. Segera kami memasukkan
koper yang ternyata beratnya 9 kg ini biar ga berat dibawa kemana-mana.
Sebenarnya kita sudah diberi jatah membawa barang bawaan untuk dibawa ke kabin
tapi maksimal beratnya 7 kg. Berhubung kami ga mau ribet pake bawa koper ke kabin,
mending beli untuk bagasi aja lah. Jatahnya pun cukup besar, sebanyak 20 kg.
Kami beli buat pulang dan pergi sekaligus. Untuk sekali pergi harga bagasinya
180 ribu. Btw, ini lebih mahal dari harga tiketnya sendiri.
Setelah itu, kami melalui beberapa kali pemeriksaan. Kami melalui
bagian imigrasi untuk diperiksa paspornya, kemudian ditanya tujuannya ngapain
ke Kuala Lumpur. Ditanyain, kuliah atau ngapain? Ya saya jawab aja, kami lagi
liburan. Trus ditanyain tiket pulangnya, saya tunjukin deh hasil print-printan
tiket pulang pergi. Ga bakal lama-lama kok pak, saya juga kangen kali sama
Indonesia kalau ninggalin lama-lama.
Jalan cukup jauh lagi, sampai akhirnya masuk pemeriksaan dimana
pemeriksanya ini rada ngeselin. Kenapa? Kaya nggak percaya gitu kami ini mau
liburan, pakai ditanyain uang saku yang dibawa berapa. Sudah lolos... kita pun menunggu di ruangan
bandara yang kelihatan pesawat-pesawat datang dari jendela kaca besar itu.
Berasa ingat filmnya AADC versi Line, yang Cinta sama Rangga ketemu di bandara.
Epic banget itu.
Sekitar 40 menit menunggu, kami random ngobrolin itinerary. Tibalah
sekumpulan orang-orang yang sepertinya mereka juga mau pergi ke Kuala Lumpur. Sekumpulan
ibu-ibu dan anak-anaknya, yang berusia remaja mungkin sekitar SMA hingga
kuliahan. Mereka bawa koper yang berwarna lucu-lucu dan tas yang kayanya bakal
mereka bawa masuk ke pesawat. Ohh mereka ga pake bagasi. Baeklah... sekumpulan
orang-orang ini lumayan banyak jumlahnya mungkin kalau ditotal ada kalau 16-an
orang. Tiba akhirnya pesawat mau diberangkatkan. Kami dipanggil untuk cek tiket
terakhir. Kita dapat tempat duduk di bagian E dan F. Kalau bagian F kan duduk
sebelah jendela. Saya duduk di tengah, sebelah saya ada bapak-bapak berusia
menjelang 40 gitu kayanya.
Perjalanan pun dimulai... kami as usual ngebaca majalah yang ada di
depan tempat duduk kami. Sambil ngeliat-ngeliat harga-harga barang yang dijual
di pesawat, kita ketawa-ketawa sendiri karena lihat harganya yang nggak mungkin
kebeli sama wisatawan backpacker macam kita pada masa ini. Tapi kok bapak-bapak
yang ada di samping saya kelihatannya dia gelisah gitu, kayanya dia lapar. Eh
beneran, waktu pramugari lagi jalan menawarkan makanan, bapak-bapak tadi
membeli makanan. Dia beli nasi kuning seharga 60 ribu. Ya bisa dibayangkan
sendiri lah ya, harga di pesawat gimana dan dapetnya sekotak kecil gitu.
Jadilah dia agak “nggerundel” kemudian menoleh ke kita. Menawari makanannya,
kita bilang, “Makasih pak, silahkan makan...”
Setelah makan, dia nanya ke saya.
“Mbak, bawa korek kan gapapa ya?”
“Eh... bapak bawa korek? Tadi di pemeriksaan ga ada masalah kan?” saya
sebenarnya membatin, bukannya ga boleh ya? Kan korek barang yang rawan meledak.
Horor juga sih sebenarnya.
“Nggak itu, nggak ditanya apa-apa...lolos aja...” katanya.
“Oh ya udah berarti nggak papa pak...” ujar saya pelan.
“Mbaknya mau ke Kuala Lumpur?” tanyanya membuka topik lain.
Batin saya, ya iyalah mau ke Kuala Lumpur. Masa iya saya mau turun di
Hutan Timbuktu Pak.. “Iya...” akhirnya saya menjawab basa basi.
“Saya baru pertama ini ke luar negeri... nanti saya nggak tahu gimana
caranya ke imigrasi...” lanjutnya.
Lah... sama kaya kita dong. “Ohh iya pak...nanti bareng saja...”
Akhirnya saya mulai meneruskan nanya tentang asalnya bapak ini. Ternyata
dia berasal dari Malang. Ealahh... tetanggaan... Pembicaraan kami terus
berlangsung hingga tiba-tiba dia memegang urat nadi tangan kiri saya. Kemudian
dia mengatakan, “Kamu mesti sering capek punggungnya?”
Reflek kaget dong waktu dia tiba-tiba megang tangan saya. Orang yang
udah kenal saya aja ga berani megang, lah ini orang ga kenal tiba-tiba megang,
bagian urat nadi tangan.
“Hah?” saya cuma tercengang. Kok bisa tau?
“Tangan kanannya juga sering banget dipake buat kerja ya?”
“Haaah?” Kok bisa tau lagi..
Saya cuma meringis sambil mengangguk pelan tapi kemudian makin kenceng
soalnya tiba-tiba si bapak tadi mijetin bagian belakang punggung saya entah
diapakan. Sampai temen saya yang awalnya bengong ngeliatin awan, trus ketawa ngeliat
saya. Ada juga mas-mas bule yang ada di
seberang bangku kami juga heran ngeliatin gitu. Mungkin pikirnya, “Anak kecil
gitu diapain coba punggungnya?”. Padahal saat itu punggung saya lagi pake koyo
lho. pasti kerasa lah teksturnya beda dari punggung orang yang nggak pake koyo.😅
Singkat kata, setelah saya di”terapi” kilat tadi, berasa agak ringan
sih. Masih kerasa nyeri sih di punggung cuma ga seberat waktu berangkat tadi. Eh
akhirnya kami malah jadi cerita-cerita rencana dan pengalaman hidup. Bapak ini
ternyata diminta sama salah seorang kerabatnya buat ngobatin di Kuala Lumpur,
semua biaya akomodasi dibiayain. Katanya, “Ini rejeki mbak.. saya dapat kemampuan
ini 7 tahun belakangan buat nyembuhin orang... saya juga sering dicurhatin sama
orang, sharing gitu tentang masalah apapun....” Eaaa udah kaya Psikolog aja
bapaknya nih. Kalah saing nih saya Pak...😂😂
Sampai pesawat mau mendarat sekitar jam 16 waktu Malaysia kami pun
mengakhiri pembicaraan. Turun dari pesawat, pasti dong antri dan rame.
Sekumpulan ibu-ibu yang ber-16 tadi itu mereka pada ribet nurunin koper dan
barang bawaan mereka dari kabin pesawat, sampai bikin beberapa orang di
belakangnya nggak sabar. Sempat ada adu mulut sebentar sih, saya cuma
menyaksikan aja. Lagian juga sama-sama nggak ada yang patut dibenarkan atau
disalahkan. Tontonin aja...
Menginjak bandara KLIA2, kami berjalan di sebuah lorong yang bagus. Ada
toilet berwarna pink keunguan dan tempat mama-mama untuk mengganti popok anak.
Di luar toilet itu ada sebuah kran isi air minum. Saya melihat ada segerombolan
ibu-ibu yang tadi saya lihat dari Surabaya pada ngisi air minum ukuran kecil
mereka. Eh kok boleh sih bawa botol? Apa karena kosong ya botolnya?
Eh kita kehilangan jejak bapak-bapak tadi yang bilang kalau mau bareng
ke imigrasi. Ya udah deh mungkin dia berubah pikiran mau jalan sendiri.
Akhirnya kami pun lurus aja. Eh tapi dimana ya tempat ngambilnya. Dari kejauhan
ada petunjuk gambar bagasi gitu sih, ikutin aja. Ternyata memang benar, setelah
kami dekati petunjuk jalan itu bertuliskan “Tuntutan Bagasi”, “Balai Ketibaan”,
dan “Imigresen” ke arah lurus. Baiklah coba kesana...
Kita melewati skybridge yang legendaris itu. Lumayan jauh jalannya,
untung ada eskalator yang buat mempercepat jalan, alhasil kami bisa lebih cepet
jalannya. Setelah di ujung skybridge, kami masih harus naik ke lantai atas lagi
naik eskalator yang tingginya menukik banget. Astaga... ya udah deh hayuk aja.
Waktu liat bawah, hororrr... Tapi di sepanjang skybridge tadi lumayan terhibur
sih, udah disambut gambarnya Siti Nurhalizah, sama ada gambar artis Korea gitu
deh. Kok Korea? Entahlah.. iklan handphone.
Eh kita harus turun lagi naik eskalator yang di bawahnya ada gambar peta
dunia dari Petronas. Bagus banget deh... itu balai ketibaan. Tapi kami belum
ambil bagasi, jadi belok dulu ke imigrasi. Kita harus cek imigresen dulu
sebelum ambil koper. Waktu di imigresen, antriannya cukup panjang tapi ada
banyak loket jadi nggak lama-lama banget nunggunya. Eh ketemu sama bapak-bapak yang tadi di pesawat,
katanya dia nyasar muter-muter tadi. Kami masih aja ditanya lagi tiket
pulangnya oleh pihak imigresen, ya udah lah tunjukin nih.... Mungkin pihak
KLIA2 memperketat pengamanan karena kejadian beberapa minggu lalu ada WNI yang
diduga “membunuh” Kim Jong Nam. Kami anak baik-baik kok pak...jadi kami bisa
lolos imigresen, baru bisa ambil koper yang langsung ketemu.
Habis gini kemana? Sholat dulu aja, sekalian kan tadi dijama’ karena waktu
dhuhur kita habis di pesawat. Nyari petunjuk yang ada gambar Mushola, nemu.
Disana kalau nyebut mushola pakai kata “surau”. Suraunya bagus, sejuk, dan bersih.
Meski ukurannya kecil, tapi terlihat tertata. Setelah sholat, eh kok tiba-tiba
ada pengumuman kalau ternyata ini baru masuk sholat ashar. Eaaaa....padahal
tadi kita niatnya jama’ ta’hir, kirain udah masuk waktu ashar. Ohh ternyata
pemberitahuan kalau sudah masuk sholat itu lewat pengeras suara, jadi nggak
yang ada Adzan gitu.
Setelah itu, kami nyari counter untuk naik bus ke KL Sentral. Mudah kok,
banyak petunjuk yang mengarahkan jadinya nggak akan kesasar meski di bandara
segede ini. Ternyata tempat pemberhentian bus nya ada di level 1 (lantai bawah
sendiri). Kami harus turun lagi buat beli tiket di counter Airbus. Harganya per
orang 12 Ringgit Malaysia (RM).
Fyi, kurs ringgit sekarang cukup rendah dibandingkan tahun lalu. Untuk
pembelian 1 ringgit sekarang 3100 rupiah. Tenang saja, kalau belum sempat tukar
uang di Indonesia, di bandara banyak money changer kok..
Kita tunggu di level 1, eh ternyata busnya udah ada di luar bandara,
nanti ada petunjuknya di peron berapa. Eh kok peron sih? Bukan peron, tapi platform
berapa. Disana, kita menyebut bus dengan kata bas. Beda pengucapan aja. Waktu
nunggu ada petugas yang lagi ngobrol di belakang bas, kami nungguin buat bantuin
masukin koper ke bagasi bas, eh petugasnya bilang suruh masukin sendiri. Yaelaahhh....
bilang kek dari tadi pak. Sampe bule yang di samping saya bilang, “Self
service...”
Sebenarnya di karcis bas udah ada tulisannya dapat seat berapa, tapi
kayanya ga begitu ditepati sih. Soalnya kami malah dapet tempat duduk belakang
sendiri. Sebelah saya kayanya petugas bandara gitu sih bajunya putih hitam. Eh
coba saya cek handphone, ada wifi di
bas, tapi ternyata bukan wifi bas melainkan wifi bandara. Jadi waktu basnya
meninggalkan bandara, ya wifinya perlahan menghilang.
Perjalanan dari KLIA2 ke KL Sentral melewati jalan tol yang bebas macet
sekitar 45 menit. Kemudian mulai memasuki daerah perkotaan yang agak macet,
kami lewat Little India. Nggak jauh dari Little India, bas berhenti dan sampailah di jalan yang benar-benar asing buat
kita. Bas berhenti di jajaran bas lainnya. Rame banget waktu kami turun dari
bas. Banyak bas yang nurunin penumpang juga. Banyak juga anak muda dari segala
penjuru bawa ransel dan kopernya. Kayanya juga mereka bukan orang Malaysia,
soalnya pada bawa peta gitu. Mirip banget udah sama kita. Nah ini mana KL
Sentralnya? Jalan kemana ini? Galau deh. Jalan ke kanan, tapi ga ada
tanda-tanda stasiun atau terminal, meski dari kejauhan ada LRT (kereta) yang
lewat di jalurnya.
Astaga...sumpah deh ini kemana cobak? Banyak yang galau juga kayanya.
Sampai akhirnya kami mutusin untuk lewat jalan sebelah kiri aja, yang ternyata
ini benar jalannya. KL Sentral ini letaknya sungguh-sungguh ngeselin. Lewat
bawah gedung, kemudian naik eskalator dan voila! Saya berasa ada di stasiun
luar negeri yang sibuknya luar biasa. Ya iya deng, ini di luar negeri.
Bingung mau kemana, nyoba tanya security aja gimana caranya bisa sampai
penginapan di Central market alias Pasar Seni. Lahh securitynya bilang, tanya
ke petugas loket atau lihat papan informasi aja. Hadehhh.... ya udah deh liat
papan informasi. Tapi makin bingung dengan “Papan Kenyataan” ini. Sampai
akhirnya saya ingat kalau saya bawa itinerary yang mengatakan kalau kita
mending naik LRT aja karena murah. Dan ternyata ada LRT dari KL Sentral menuju
Pasar Seni. Hasil bertanya ke mbak bagian tiket. Tapi belinya lewat vending machine. Keren banget kan ya,
semuanya udah serba otomatis gini. Caranya gampang, tinggal tekan mau kemana,
kemudian muncul harga yang harus dibayar dan jumlah orang yang mau naik, baru
masukin uang lewat tempat yang disediakan. Bisa uang kertas maupun logam. Harga yang harus dibayar adalah 1,8 RM untuk LRT dari KL Sentral ke Pasar
Seni.
Pas lagi antri, mas-mas bule sebelum saya kelupaan ambil uang
kembaliannya, ada kayanya 30 sen. Hahaha ya udah saya ambil aja daripada ribet,
orang belakang saya juga bilang suruh ambil aja orang dikit jumlahnya. Pas lagi
mencet-mencet vending machine, ada makcik di samping saya sama satu anaknya
nanya kalau mau ke suatu tempat gitu gimana caranya? Nah lho.. pakai bahasa
Melayu gitu mereka. Saya coba bantu tapi nggak paham dia ngomong apa
selanjutnya. Kayanya mbak-mbak di samping saya tahu deh, dia langsung menengahi
dan membantu ibu tadi. Ya kali... saya baru aja dateng udah ditanyain, maafkan
saya makcik...
Setelah dapat “tiket” yang berbentuk seperti lingkaran berwarna biru
itu, kita baru bisa melewati gate yang otomatis. Tinggal tempelin aja ke tempat
di gate dan gatenya kebuka. Kami langsung naik ke eskalator naik jalur LRT ke
Gombak yang melewati Pasar Seni. Ngeliat jam di tangan, wahhh hampir jam 18.00
panteesan rame bangettt ini kan jamnya pulang kantor. Kami masuk ke LRT dan
harus berdesakan dengan orang-orang yang baru pulang kantor. Mana kita bawa
koper pula, beneran traveler deh gini nih. Untungnya kami ga sendiri. Ada
beberapa traveler lain yang juga berpenampilan sama kaya kami, bawa-bawa koper
dan peta.
Menurut saya KL ini kota yang cukup ramah sama traveler. LRT yang kita
naiki ini pun meski berdesakan dan penuh penumpang, tapi masih ramah kok dengan
traveler. Mereka mengharagai kami yang bawa koper besar dan memberikan space. Sekitar 4 pemberhentian kayanya
dari KL Sentral ke Pasar Seni, kami pun sampai. Ada pemberitahuan juga, jadi ga
bingung kita turunnya dimana. Sampailah kita di Pasar Seni. Ini kemanaaa cobak.
Udah lah keluar dulu. Btw, saya haus banget karena dari Surabaya sampe sekarang
belum minum sama sekali gara-gara botol minum disita di bandara tadi. Kami pun
beli air mineral di minimarket seharga
1,8 RM.
Stasiun Pasar Seni ini seperti terhubung dengan stasiun lain yang kita
ga tau, karena ada jembatan penghubungnya yang berada di atas sungai. Sungainya
ya sama aja kaya di Indonesia, berwarna kecoklatan dan arusnya deras. Kita masih
bingung jalannya ke penginapan gimana. Hasil nanya-nanya mbak-mbak baik yang
ada di minimarket, dia bilang kalau kita lurus aja kalau mau ke Jl. Pudu.
Baiklah... harus turun tangga dengan manual, sambil bawa koper. Kemudian
menggeret koper melewati jalanan di Pasar Seni, melewati mamang-mamang Taksi
yang nawar-nawarin jasanya, tapi kami tolak dengan halus. Kami jalan lurus aja,
lahh depan ini udah Central Market, tapi mana Jalan Pudunya? Sampai di
perempatan kami galau mau nyebrang apa gimana. Ngeliat peta juga makin
tersesat, ngeliat petunjuk jalan malah ga jelas. Udah lah berdasarkan insting
aja, nyebrang jalan deh. Kita lewatin aja itu bazaar nya Central Market, meski
rame orang dan dilihatin banyak orang bodooo amat. Kita lagi nyari penginapan
kita kok. Kita memutuskan untuk belok kanan, udah lelah banget tangan ini, pas
lagi berhenti tiba-tiba mata tertuju pada tulisan di lantai 3 ruko-ruko yang
bertuliskan “Submarine Guesthouse”. Subhanallah...ini lhoo yang kita cari-cari
dari tadi. Penginapan yang kita cari... Akhirnya kita menuju ke sana deh.
Masuk ke lantai 1, kok pintunya dikunci. Eh tiba-tiba ngebuka sendiri.
Mau ngebuka pintu di lantai 1, tiba-tiba dari lantai 3 ada yang bilang, “Hey!
Come...come....”. Apaaa... harus angkat koper lagi sampe lantai 3. Oh my
God...
Sampai lantai 3 disambut sama resepsionis orang keturunan India
sepertinya, dia nanya, “How are you? Have you booked?”. Proses check in pun
selesai dan ada seorang bule yang nanya kalo ada kabar baik dan kabar buruk
buat kamar kita. Apa coba? Ternyata kamar kita kasurnya harus diganjel pake
kursi gitu karena salah satu kakinya rusak. Kita ditawarin pindah kamar, tapi
nggak ada jendelanya, ya udah lah tetap aja di kamar yang awal. Kamar ini kita
sewa seharga Rp 163.000 per malam, via traveloka. Awalnya kita udah rencana mau
nyari-nyari via Airbnb, tapi berhubung kita pesennya dadakan kaya tahu bulat
yaitu kurang dari seminggu sebelum berangkat, Airbnb udah full booked yang sesuai budget kita. Jadilah kita pesan via
traveloka yang ternyata oke juga. Dengan harga segitu, kita udah dapet
fasilitas yang lumayan untuk ukuran backpacker, kamar ber-AC, wifi, sharing
toilet, dan sarapan. Meski sarapannya roti dan self service.
Rebahan bentar deh, lelah banget rasanya seharian ini. Inget-inget hari
ini rasanya amazing banget. Semalem saya lagi di Malang dan perjalanan pulang
ke Surabaya pagi buta habis subuhan, trus siang berangkat ke Malaysia dan
sekarang malam ada di Kuala Lumpur. Benar-benar mobilitas tanpa batas... *alay.
Setelah mandi dan istirahat, kita baru ngerasa laper banget. Jadi kita
mau nyari makan dulu deh, muter di sekitaran Central Market. Masuk ke Petaling
Street, disana banyak pedagang-pedagang berjualan berbagai macam barang. Mulai
dari souvenir khas Kuala Lumpur, barang-barang macam charger, tongsis, adaptor
kaki 3 (karena di Malaysia colokan/adaptornya pakai yang kakinya 3), baju-baju,
sepatu, sandal, kosmetik, pernak pernik lucu. Yang jualan pun ada yang
dari etnis Melayu dan sebagian besar Tionghoa. Kita cuma lihat-lihat aja dan malah
belok ke arah makanan. Tapi kok tulisannya pakai tulisan Cina, kita nggak ada
yang paham. Ragu-ragu juga kalau ini nggak halal kan, jadinya kami belok ke
arah depannya sebuah mall yang udah tutup. Disana ada pedagang kaki lima yang
menyediakan tenda-tenda dan banyak tempat duduk, ternyata ini jualan steamboat.
Ada beberapa yang berjilbab, jadi kita memutuskan makan disini aja. Kalau ada
yang berjilbab, bisa dipastikan halal makanannya.
Makan di steamboat pinggir jalan ini sistemnya kaya kita beli di Angkringan.
Ambil-ambil sendiri makanan mana yang ingin dimakan. Setelah itu kita minta
direbus dulu atau nggak, kalaupun nggak juga gapapa. Baru deh disajikan dengan
saus di atasnya. Agak aneh rasanya, entah terbuat dari apa sausnya yang jelas
ada kacang di atasnya. Berhubung kita udah lapar, jadi ya makan makan aja.
Steamboatnya enak untuk ukuran pinggir jalan. Udah gitu kayanya
ini buka sampe malem banget, pantesan rame. Harganya untuk 4 tusuk steamboat adalah 6RM.
Suasana kaya
gini nih yang paling nyenengin, bisa ada di kota yang baru, dimana kita nggak
kenal siapapun. Iringan musik dari band jalanan yang menghibur para penikmat
makanan disini membuat suasana semakin syahdu. Mereka nyanyikan lagu hitsnya
Indonesia dong, saya lupa judul lagunya apa, tapi ini lagu Indonesia. Kalau
udah selesai 1 lagu, ada yang keliling ke seluruh pengunjung untuk minta derma
seikhlasnya. Ya ngga papa sih kasih berapa sen gitu, karena kualitas
suara mereka juga bisa dikatakan bagus. Menikmati jalanan di pinggiran Petaling
Street sambil dari kejauhan keliatan Twin Tower dan KL Tower.
Setelah puas menikmati suasana pinggir jalan KL, kita pun pulang. Waktu
udah menunjukkan jam 10 malam. Ke penginapan pun kami tinggal jalan kaki,
karena emang deket.
Sampai di penginapan, rasanya kaki udah kaya mau copot, lelah banget.
Karena penginapan kami fasilitasnya sharing bathroom, jadi kami harus
keluar kamar dulu kalau mau ke toilet. Pas keluar dari toilet, eh ketemu sama
Max, bule pemilik guesthouse ini, trus dia seperti bernapas lega gitu ngeliat
saya ada di depannya.
“I guess you still outside...” katanya.
“I’m home.....” jawab saya dengan riang.
Trus dia bilang kalau dia khawatir saya kok belum pulang sampai jam
segini. Saya cuma ketawa aja sambil bilang, “You just like my Daddy....”. Eh
dia balas, “I’m 42 years old, sometimes
I likes being called Daddy...”
Hahaha Max...okelah kamu jadi Daddy saya selama 2 hari di KL ini ya.
Day 2
Jumat, 24 Februari 2017
Agenda pagi hari ini adalah ke Batu Caves. Wahh tapi baru jam 6, KL
diguyur hujan deras. Jadinya agak mager deh mau mandi. Btw, disini Adzan Subuh
itu sekitar jam 5, jadi jam 6 bisa dipastikan masih gelap, dan jam 6 itu saya
sholat subuh. Hujan lumayan deras ini berlangsung cukup lama, sampai jam 8
lebih. Kami yang awalnya mau berangkat jam 8 jadinya molor deh jam 9 baru
berangkat. Di guesthouse sudah disediakan sarapan roti dan selai serta kopi
yang self service. Tapi karena kita sebenarnya masih punya makanan, jadinya
ngehabisin makanan roti yang bawa dari Indonesia aja. Setelah itu kami
berangkat ke Batu Caves dengan nanya dulu ke Max rute yang harus kita tempuh
naik apa aja dari guesthouse ini.
Kita harus jalan ke Stesen Kuala Lumpur, yang letaknya sekitar 500 meter
hingga 1 km dari guesthouse. Sebenarnya nggak kerasa sih jalannya, meskipun
panas gini karena banyak juga traveler yang jalan di pinggiran sini. Meskipun
pedestriannya nggak yang oke-oke banget, ya hampir mirip lah kaya Indonesia,
setidaknya kendaraan disini masih menghargai pejalan kaki. Apalagi kalau pejalan
kakinya menaati peraturan kaya menyeberang jalan di waktu lampu merah bagi
mobil dan motor, mereka bakal benar-benar menghargai.
Sampailah di Stesen Kuala Lumpur, kok bingung ya... nggak ada loket
nggak ada pintu kedatangan. Kita hanya disambut vending machine dan peta yang
nggak jelas tulisannya. Ya udahlah, kita lihat peta dulu kemudian ke arah
vending machine seperti kata Max tadi kita naik LRT ke arah Batu Caves, karena
Batu caves ini tujuan terakhir. Tarif KTM ke Batu caves dari Stesen Kuala Lumpur sejumlah 2,5RM. Kita naik KTM
yang bernama Kelana Jaya. Setelah dapat koin, kami pun masuk ke stesen yang
nggak rame ini. Eh tiba-tiba ada 2 orang traveler yang kayanya dari Korea nanya
ke kami gimana caranya ke Terminal Bersepadu Selatan. Nah loh... saya nggak
paham. Tapi kita lihat peta dulu deh. Oke lah, mereka harus naik KTM ke jalur
nomer 1, sedangkan saya jalur nomer 2. Pas saya tanya mereka cuma
manggut-manggut aja, haha repot nih ngerti nggak sih sebenernya mereka.. saya
juga ga paham bahasa mereka kaya gimana. Ternyata mereka dari China toh, dan
mereka tujuan akhirnya mau ke Melaka. Oalahh... tapi yang jelas kita beda
jalur. Pas saya lagi nunggu, eh mereka tiba-tiba naik KTM yang sebenarnya bukan
tujuan mereka. Aduuh... entah wis.. mereka kemana itu nggak paham saya. Padahal
tadi saya udah bilang naik yang kereta A , kenapa mereka naik kereta B. -_-
Stesen Kuala Lumpur
Sembari menunggu KTM, kami meluaskan pandangan ke stesen yang luas
banget ini. Saya jadi inget stasiunnya King Cross di London, tembok-temboknya
semirip itu. Ya semirip bangunan Inggris gitu.. nah, bagusnya transportasi
disini adalah KTM itu sudah tersistem sedemikian rupa. Jadi di stasiun ada
layar yang khusus menampilkan jadwal kereta itu datang dan pergi. Bisa maju dan
mundur tergantung kondisi, tapi maju mundurnya pun ga lama, paling sekitar
3-5 menit. Akhirnya datang juga KTM yang kami maksud. Yay!
Di dalam KTM, suasananya nggak begitu rame, apa karena ini udah bukan
jam orang masuk kantor ya? Depan kami ada sepasang bapak dan ibu yang mereka
kayanya juga traveler, mau ke Batu Caves juga. Kalau dilihat dari cara
bicaranya sih kayanya orang sekitaran Sumatera, tapi entah lah nggak enak juga
mau kepo. Sepanjang jalan, mengobservasi suasana di luaran LRT, mulai dari
lingkungan apartemen mewah dengan bangunan tinggi-tinggi banget, rumah susun
yang banyak jemurannya di luar, hingga ada kawasan kumuh yang mirip dengan
Indonesia. Ada 7 pemberhentian yang harus dilewati dari Stesen KL ke Batu
Caves, waktu tempuhnya sekitar 20 menit.
Suasana di dalam KTM
"Dilarang berkelakuan sumbang.... kalo suara sumbang nggak apa-apa dong ya.. 😄"
Turun dari KTM kita jalan sedikit keluar dari stesen menuju tempat
wisatanya. Kayanya baru buka juga sih tempatnya ini, karena para pedagang di
pinggir-pinggir situ pada baru bukain dagangan mereka. Karena ini adalah tempat
sucinya umat Hindu, banyak yang berjualan ini dari etnis India. Asik sih
melihat orang-orang pada pakai baju sari gitu untuk yang perempuan, sedangkan
yang laki-laki pakai baju yang panjang-panjang dengan topi unik mereka.
Masuk ke Batu caves tidak dikenai biaya, terutama ke tempat utamanya
dimana kita harus naik sekitar 225 anak tangga. Tapi di Batu caves ini ada 5
zona goa, dimana beberapa di antaranya kalau mau masuk harus bayar sekitar 5-15
RM. Kita memilih untuk masuk yang gratis aja, dan yang paling fenomenal.
kaya tempat wudhu ngga sih?
Tempat ini merupakan tempat sembahyang umat Hindu di Malaysia. Jadi kita
harus menghormati mereka yang sedang sembahyang, harus menaati peraturan yang
mereka berikan, seperti di beberapa Pura-nya kita harus melepas alas kaki –
seperti halnya umat Muslim di Masjid. Bagi para pengunjung yang mengenakan
pakaian di atas lutut, harus menutupnya dengan kain yang disewakan supaya lebih
sopan.
Bersiap naik tangga nih, 50 anak tangga pertama masih oke. Memasuki anak
tangga 100-an udah mulai ngos-ngosan dan sering berhenti. Pengunjung disini
banyak dari mancanegara, berbagai etnis deh. Dari yang asalnya Asia tenggara,
Timur Tengah, Eropa hingga Amerika. Dengerin mereka ngomong itu hal yang
menarik dan melihat berbagai macam bentuk wajah yang berbeda. Sampai juga
akhirnya di atas. Seperti Goa dimana banyak stalaktit stalakmit yang meneteskan
air, eh apa ini air hujan barusan ya? Entahlah, tapi yang jelas suasana Goa nya
ini benar-benar ramai oleh pengunjung. Meski gelap dan lembab, tapi terasa
semarak karena ada pedagang yang berjualan di dekat ujung anak tangga Goa itu
memutarkan lagu-lagu ibadahnya umat Hindu. Mereka juga berjualan statue dari
sosok dewa-dewa di Hindu, yang saya juga kurang paham. Bagus-bagus sih warnanya
dan bentuknya bermacam-macam.
suvenir di Batu Caves
berusaha tersenyum di tengah kelelahan naik tangga
Selesai dari situ, kami turun dan cukup ngos-ngosan. Hati-hati
juga karena baru hujan, anak tangganya jadi lumayan licin. Harus
benar-benar berpegangan supaya nggak terpeleset. Tapi karena hujan juga, jadi
ada semacam air terjun di pinggir anak tangga yang indah banget, sayang kalau
dilewatkan. Di sepanjang Goa itu juga masih dilestarikan kera-kera yang cukup
jinak. Mereka nggak akan merebut barang kita kok, tapi kalau kita ngasih makan
mereka pasti pada datengin. Di bawah Goa itu juga masih banyak burung dara,
kalau mau ngasih makanan juga nggak apa-apa. Bisa dibeli di pedagang sekitar
situ makanannya.
Pas turun dari Goa rasanya panasss banget. Masuklah kami ke toko
oleh-oleh yang notabene berjualan barang khas Malaysia. Tapi ya nggak khas
Malaysia juga, banyak yang motifnya batik Indonesia gitu. Jadinya kami
nggak tertarik beli, ya ini mah di Jogja juga banyak. Setelah puas muterin
Batu Caves, kami pun balik ke stesen Batu Caves dan beli tiket balik. Yahh
vending machine-nya mati, jadinya harus beli manual di loket dengan harga yang
sama, 2.5 RM. Nah ini nih ada
kejadian lucu, pas kita habis beli tiket kita ke arah rel KTM seperti jalur
berangkat tadi. Tapi kok sepi ya? Ada beberapa orang yang juga menunggu KTM
sampe ada kali 10 menitan tapi kok ga belum ada. Sampe akhirnya ada salah
seorang bule yang inisiatif nanya ke petugas loket dan ternyata kita salah
jalur. Harusnya ke jalur di seberang dimana KTM udah nunggu bermenit-menit, eh
pas kita nyebrang si KTM udah berangkat. Hahaha ya udah lah...harus nunggu
lagi, tapi setidaknya kali ini udah menunggu di jalur yang benar.
Lumayan lama nih nunggunya, sampai jam 1.30 kami baru naik KTM dan
turun di Stesen KL. Setelah dari sana, kami menyeberang ke Stesen Pasar Seni
untuk naik go KL karena kami pengen ke Bukit Bintang. Berdasarkan hasil
nanya-nanya temen yang pernah ke KL, untuk backpacker macam kita ini kalau mau
berhemat keliling KL pakai goKL aja. Bas yang disediakan gratis oleh pemerintah
KL bagi para wisatawan maupun penduduk Malaysia. Rute atau linenya ini kita
yang harus tahu, ada goKL warna red, purple, green sama blue. Untuk ke Bukit
Bintang dari Stesen Pasar Seni kita harus naik goKL warna purple. Ehhh langsung
ketemu, Alhamdulillah naiklah kita. Dan holly grail banget, di dalam goKL ini
disediakan wifi yang kenceng. Alhasil bisa lah buat bales-balesin chat dari
orang-orang. Kita sepakat untuk nggak beli kartu seluler selama di Malaysia,
manfaatkan wifi di sekitar aja. Meski sebenarnya kartu yang saya pakai, bisa
aja sih digunakan di Malaysia dengan provider Malaysia. Tapi karena malas nanti
bakalan kena roaming dan tarifnya cukup mahal, ya udahlah nggak usah beli pulsa
untuk 5 hari ini, manfaatkanlah wifi karena ini juga dari uang rakyat, rakyat Malaysia maksudnya.
Sepanjang jalan, kami lihat-lihat gedung-gedung tinggi di KL yang sama
kaya Jakarta, mewah dan menjulang. Sampai akhirnya bas berhenti di bukit
bintang, kami baru tau ternyata Bukit Bintang itu adalah daerah dengan Mall
ber-branded. Kirain cuma satu Mall gitu, ternyata Mall-nya banyak banget dan
semua barang-barang yang dijual bermerk internasional. Udah hampir mirip New York Square,
dimana papan LED dengan ukuran raksasa mengelilingi sekitar kita. Bangunan khas
Americanos yang memajang branded-branded yang untuk saat ini nggak mungkin kita
jangkau. Hahaha...seriusan, dari merk Gucci, Channel, Louis Vuitton, dan
merk-merk yang saya baru tahu ya di Bukit Bintang ini. Saya pahamnya cuma drugstore
semacam Boston yang ternyata disini lengkap banget jualannya, ada kosmetik
segala rupa... meskipun sebenarnya kalau dibandingkan dengan di Indonesia,
harganya sama aja, paling beda dikit aja sama Boston di Indonesia. Ditambah
lagi saya pahamnya brand-brand kosmetik Korea macam Innisfree, The Face Shop,
Etude House, Tony Moly, dan brand asal Inggris langganan apalagi kalau bukan
The Body Shop. Dibandingkan dengan di Indonesia, The Body Shop harganya sama
aja, kalau dirupiahkan paling beda 5ribu lebih murah. Ya mending beli di
Indonesia aja deh.. kalau brand-brand kosmetik Korea macam innisfree dkk tadi,
lebih murah beli di online, macam Althea. Jadi, ya window shopping aja.
di pertigaan Bukit Bintang
Tapi ada satu hal yaitu titipan oleh-oleh dari seorang teman yang
ditujukan untuk anaknya yaitu Lego. Wah lego sih di Malaysia banyak yah, entah
kalau di Indonesia. Akhirnya kami nyari Lego di Mall Fahrenheit, tepatnya di gerai Toys r Us.
Widiiihh banyak banget macem legonya, mulai dari Lego Friends untuk anak cewek,
dan Lego untuk anak cowok. Sampe bingung... ini ada usia-usianya. Dan semuanya
lucu-lucu. Harganya sekitar 39RM
hingga ratusan RM tergantung ukurannya.
Puas belanja Lego, laper juga ya. Udah
sore nih, mana hari udah mendung. Jadilah kita keluar ke arah belakang Mall,
kali aja ada tempat makan yang murah toh. Soalnya di dalem Mall tadi nggak nemu
makanan yang terjangkau. Jadilah kami menjatuhkan pilihan ke sebuah tempat
makan bernama Muhammad di belakang mall Fahrenheit tadi. Ambil makanan sendiri,
kalau saya ambil ikan yang dibumbu santan gitu dengan sayur dan teh tarik –
namanya nasi campur. Mau beli roti cane tapi perut udah kenyang alhasil ga
jadi. Rasanya...ya as usual makanan bersantan gitu, meski nggak terlalu
istimewa tapi lumayan lah untuk kelaparan hari ini. Untuk harga makanan dan
minuman tadi dibanderol 8,5 RM. Yahhh tapi kok hujan lagi..gimana dong ini...
nekat aja lah. meskipun cuma bawa 1 payung, udah lah berangkat aja keliling.
Entah mau kemana, pengennya ke Jl. Alor cari sesuatu yang unik gitu,
kuliner atau oleh-oleh apa kek. Eh makin deres aja hujannya, kami harus
berlari-lari kecil menyusuri pedestrian di sepanjang Bukit Bintang. Tapi saya
menemukan kenyataan yang bikin saya pengen nangis. Banyak pengemis di sepanjang
pedestrian situ, dan kebanyakan mereka ibu-ibu dengan anak, meski ada juga
bapak-bapak. Mereka ada yang sambil melantunkan ayat suci Al-qur’an, ada yang
sambil menina bobo anaknya. Hiks sedih banget ya Allah... 😢
Sampai kita ga tahu ini mau kemana, kok malah ke arah stesen bukit
bintang... jadinya kita nyebrang aja lah, ke arah kuliner tapi malah bau duren.
Saya jadi pusing, balik aja lah dan ngikutin sekumpulan orang mau kemana dia.
Akhirnya kita terdampar di sebuah toko yang namanya Alor Point. Mau liat-liat
sesuatu yang khas Malaysia apa sih, eh ada cokelat. Alhasil kami pun malah
belanja cokelat dan minuman macam Milo gitu. Untuk beli oleh-oleh cokelat ini saya habis 38RM. Banyak juga
ya...tapi worth it lah.. soalnya cokelat Beryl’s nih emang enak. Tadi sama
mbaknya dikasih tester, eh ternyata mbaknya yang jadi pelayan tokonya orang
Medan. Eaaaa...
Setelah beli oleh-oleh, hujan masih aja belum reda. Jadilah kita
sepayung berdua menuju bus Go KL. Menunggu bus Go KL warna purple nih, mau
naruh barang dulu baru kemudian ke KLCC. Rencananya emang kita malam ini pengen
ke KLCC. Tapi masya Allah ini kita belum sholat lho. Kita pun nanya seorang
Makcik yang berjilbab di samping kita dimana surau terdekat. Dia nunjukin ada
gedung di deretan Hotel sebelah Bukit Bintang ini, kita naik ke lantai 4,
katanya di sebelah Florist itu ada Surau. Baiklah, kami pun kesana. Untung
nggak dicegat sama satpamnya, soalnya kita mau numpang sholat aja. Ini udah
masuk jam keluar kantor juga sih, jadi mungkin nggak apa-apa. Benar deh di
lantai 4 kita nemu florist dan sholat sekalian istirahat dulu disana. Setelah
selesai, balik lagi ke halte di bukit bintang. Bbehh....antriannya banyak
banget ya Allah... ini orang pada pulang kerja ya, makanya rame banget buat
naik GoKL. Datanglah bus goKL warna purple, kita membuat rencana di dalam bus
GoKL. Mau pulang dulu ke guesthouse atau langsung ke KLCC, mengingat ini udah
jam 18.30 sedangkan bu GoKL terakhir jam 23.00 dan kondisi jalanan macet
banget. Akhirnya kita memutuskan untuk langsung aja lah ke KLCC Twin Tower.
Sekalian saya juga janji ketemuan sama member couchsurfing yang lagi kerja di
dalam Suria KLCC.
Tapi emang sama aja ya antara Jakarta dan KL, namanya juga kota
metropolitan jadi macetnya nggak kira-kira. Perjalanan dari Bukit Bintang ke
Stesen pasar Seni ada kali dua jam lebih. Untung ada wifi di dalem bas, jadi
nggak mati gaya. Setelah dari Pasar Seni, kami nunggu bas lagi ke arah Pavilion
buat oper goKL line hijau. Hahaha...inilah letak kegeblekan kami, karena
harusnya dari arah Bukit Bintang bisa langsung ke KLCC tapi pakai goKL line
hijau, sedangkan kami tadi karena udah keburu karena hujan dan konformis sama
orang kebanyakan ikutan naik line purple Muahaha.... emang dasar. Perjalanan ke
Bukit Bintang kali ini nggak semacet tadi, tapi tetep aja lama. Kayanya ini
GoKL yang pertama kali kita naikin pas tadi sepulang dari Batu Caves deh,
karena wifinya langsung nyambung aja gitu tanpa login. Hahahaha.... hari ini
benar-benar ya. Kita duduk di bagian depan GoKL yang berhadap-hadapan sama
penumpang lain. Ada kejadian unik nih, naiklah 4 orang anak remaja yang berasal
dari Indonesia karena bahasanya mereka anak Jakarta banget. 3 di antaranya
ngobrol nggak jelas gitu, yang mereka pikir kita nggak tahu mereka ngobrol apa.
Eh habis gitu mereka ngobrolin tentang KPK dan segala macamnya, ketawa-ketawa
sampe baru ngeh kalau ada wifi disini. Udah tahu ada wifi, eh mereka
memanfaatkan pakai instagram live, tapi yang nonton cuma 2 orang followersnya.
Itu ceweknya sama orang yang ada di depannya. Ya kali ga jelas banget,
hadehh...adek-adek ababil ini ya.. sumpah deh.
Kami pun turun di KLCC. Jam sudah menunjukkan pukul 21 lebih. Masuk ke
Mall Suria yang udah mau tutup. Duh...rasanya udah males banget masuk Mall nih,
muak gitu sama mall habis ke bukit bintang tadi. Rasanya tuh...ini tipuan semu,
yang bakal memperdaya orang-orang. Hahaha apa sih... keluar dari Suria Mall,
dan jeng jeng..... di depan kami sudah ada 2 menara kembar yang legendaris dan
tersohor di seluruh dunia, Twin Tower KLCC. Emang tinggi banget sih dan berasa
ada magnetnya gitu. Indah banget...lampur-lampunya bisa seterang benderang ini
ya.. Harusnya kalau tadi bisa nyampe sini sorean dikit bisa liat fountain show,
tapi ya udahlah ya.. nikmatin menaranya aja bisa kok..Tapi pesan saya, bawa kamera yang lensanya lebar ya... soalnya susah banget ngebidik menara dari bawah sampe atas kalo lensanya ga lebar.
*pardon my selfie*
Foto-foto dulu di depan KLCC dan menikmati udara malam KL yang panas.
Hahaha...sama aja kaya di Surabaya ding cuacanya. Melihat ke arah jam tangan
udah jam 22 lebih, bergegaslah kami menuju goKL yang sepertinya udah armada
terakhir. Bener deh, ga lama kemudian GoKL hijau ini berangkat. Karena kami
masih harus oper GoKL warna purple dari Bukit Bintang lagi untuk bisa pulang ke
Pasar Seni.
Syukurlah goKL purple langsung tersedia di depan Bukit Bintang, dan kami
dapat tempat duduk terus. Beruntungnya kami... udah aman lah kalau kaya gini
nyampe lah pasti di Central Market. Tapi kali ini kami nggak turun di Central
Market, melainkan di Petaling Street karena ternyata lebih deket jalannya ke
arah penginapan. Turunlah kami dan sampai juga di Guesthouse. Kali ini yang
jaga malam bukan Max, tapi pegawainya yang kayanya orang India. Mereka Cuma
senyum aja pas kami pulang dan udah remek rasanya badan ini. See you tomorrow!
Day 3
Sabtu, 25 Februari 2017
Pagi ini agenda pertamanya adalah ke Dataran Merdeka. Kalau menurut peta
sih kita bisa menempuhnya naik goKL line biru. Pas mau mandi, tiba-tiba Max
manggil temen saya buat ke arahnya, ternyata Max ngasih kita bungkusan makanan
yang katanya isinya nasi uduk. Dia tahu kalau kita nggak begitu suka makan
roti, karena kemarin nggak keliatan sarapan bareng. Makanya dia belikan dia
nasi buat sarapan kita. Kok so sweet Max? Hihi...Thankyou Max... Setelah
dibuka, ternyata isinya adalah ketan yang diberi kelapa dan gula merah.
Oalahh...ini mah namanya ketan Max... biasanya kalau di Surabaya atau Jogja
dikasih klanting dan lupis, wah makin enak nih. Saking aja disini nggak ada...
tapi apa pun itu, saya sangat menghargai kerja keras Max ini. Waktu kita mau
berangkat dia nanya gimana sarapan nasi uduknya tadi? Saya bilang enak... meski
itu namanya bukan nasi uduk, tapi ketan. Entahlah dia dapet beli dimana pagi
buta begitu, bener-benar hospitality yang patut dihargai.
Kemudian kita nanya kalau ke Dataran Merdeka bisa naik apa? Max bilang
kalau kita tinggal jalan aja nggak jauh dari sini, melewati beberapa blok saja.
Oya? Wah...kebetulan dong ga jauh kalau begitu. Akhirnya kita pun jalan ke
Dataran Merdeka. Sebelum itu, kita sekalian check out aja, jadi nitipin luggage
dulu ke Max, nanti sehabis dari Dataran Merdeka kita baru ambil lagi. Eh
dibolehin...tanpa bayar pula.. tentu jangan lupa dikunci lho ya luggagenya.
Memang nggak begitu jauh jarak dari Central Market ke Dataran Merdeka.
Kebetulan masih pagi, jadi kita nggak harus antri buat foto-foto di maskot I
love KL ini..
Tapi karena masih pagi, jadi Gallery KL belum dibuka. Kita pun jalan aja
lurus ngiterin Dataran Merdeka yang terdiri dari Masjid Jamek, Katedral St Mary the Virgin, Perpustakaan KL, Bangunan
Sultan Abdul Samad, dan banyak deh. Tapi berhubung saat itu lagi ada event
motor-motor gitu, jadinya agak ramai dan ketutupan sama stan-stan motor. Asik
sih...tapi jadi nggak begitu berasa aja Dataran Merdeka-nya. Ada juga food
truck di sekitaran situ.
Kemudian kita luruss aja ke arah Masjid India. Pengen
tahu Masjid India kaya gimana. Sebelum ke Masjid India kita melewati bazaar
yang berjualan barang-barang macam baju, sepatu, dll dan juga banyak toko-toko
India berjejer. Wah kayanya menarik nih beli baju India buat kerabat
cewek-cewek. Akhirnya saya mampir ke
toko-toko India dan habis sekitar 99RM untuk beli 5 baju atasan India. Kita
juga sempat ditawarin baju model Punjabi gitu, yaaa bagus sih bener-bener India
gitu ukurannya juga pas tapi saya nggak tahu bakal pakai baju gituan kemana dan
dalam rangka apa. Alhasil ga jadi beli lah, harganya sekitar 80RM sepasangnya
(atasan dan bawah).
Nah, sampailah di Masjid Indianya. Sayang sekali lagi tutup, jadi nggak bisa masuk deh...
Nggak jauh dari
Masjid India, ada Masjid Jamek yang merupakan Masjid tertua di KL.
Arsitekturnya campuran India Arab gitu deh, karena di luarnya ada payung-payung
yang mirip di Masjid Nabawi. Kemudian tempat wudhunya terpisah dari masjidnya,
jadi harus makai sandal. Sholat Dhuha dulu yuk... setelah wudhu, kita masuk ke
dalam Masjid yang bagian perempuan. Ademnya masya Allah....rasanya syahdu gitu
berada di dalam sini. Arsitekturnya bagus, dan tempatnya nyaman, bikin betah
orang ibadah disini. Tapi sepiii banget, mungkin karena belum masuk sholat
fardhu juga sih. Eh tapi waktu itu ada beberapa orang kayanya sih bule, ga
diperbolehkan masuk jadi foto-foto di agak jauhan aja. Mungkin salah satunya
karena sedang perbaikan...
Setelah dari Masjid
Jamek, kita memutuskan ke Central market. Ada apakah yang menarik disana?
Lumayan juga sih jalan pulangnya, karena hari udah panas jadi berasa jauh. Kita
masuk ke Central Market, ternyata disitu isinya pedagang-pedagang berjualan pernak
pernik khas Malaysia. Mulai dari miniatur, gantungan kunci, tas, dompet, baju,
hiasan, dan banyak deh. Barangnya ditata di etalase sedemikian rupa jadi
keliatan bagus. Ada juga barang-barang seperti puzzle 3 dimensi yang ternyata kalau
dirakit jadi bentuk tertentu, misalkan bentuk mobil, pesawat, hewan-hewan di zodiak, hingga bangunan KLCC.
Keren sih... bagi yang laper mata, wahh siap-siap pegangin dompet. Karena kita
pun kena deh korbannya, di tempat ini kita ngehabisin buat oleh-oleh sebanyak
40RM. Itu belanja tas kanvas untuk oleh-oleh, coklat untuk oleh-oleh dan kartu
pos. Seru juga sih belanja disini, tapi nggak bisa ditawar karena ini fixed
price. Mungkin kalau dibandingkan dengan di pinggiran Bukit Bintang kemarin,
lebih murah disana karena bisa ditawar.
Capek belanja, kita
keluar dari Central market dan memustuskan beli sesuatu yan gseger-seger. Saya
pun beli es krim gelato, dan mbak Pita beli jus setelah dikasih sama mas-mas
ganteng tester jus mangga. Harga se
scoop es krim gelato sebesar 5,5RM, sedangkan jus yang bermerk Juicee ini
seharga 10RM. Kita numpang duduk dulu lah di kedai Juicee ini sambil ngecharge
handphone.
Habis makan es krim
dan ngehabisin jus, kita pun balik ke guesthouse. Yang jaga si mas-mas India
itu, dia nggak banyak nanya maupun komentar kaya Max sih. Pas kita minta air
pun dipersilahkan, hingga akhirnya jam 13 kita cao dari guesthouse. Mana nih
Max? Ternyata dia lagi tidur...jadi nggak bisa pamitan deh. Kasihan juga kalau
dibangunin, soalnya dia semaleman kan jaga, jadi tidurnya baru sekarang. Saya
bilang salam aja deh buat Max, sekalian nanya rute buat ke Melaka gimana
caranya.
Mas-mas India itu
bilang kita harus jalan ke Stesen di Masjid Jamek (yang tadi udah kita lewatin
mamennn....) trus naik lewat platform 4 menuju Terminal Bandar Tasik Selatan.
Dari TBTS itu baru deh naik Bas menuju Melaka Sentral. OMG, jalan nih ke Stesen
Masjid Jamek, baiklah... dan mas-mas India itu Cuma bilang, “So many Indonesian
people go to Melaka...” sama kaya kata-katanya kemarin pas kita baru checkin,
“So many Indonesian people stay at our guesthouse...” Ya kali mas, itu kan
menguntungkan ente....
Angkat luggage alias
koper lagi dari lantai 3 ke lantai 1. Kali ini koper lebih berat karena oh
karena udah ketambahan oleh-oleh. Kita coba deh lewat jalur lain, semoga lebih
dekat. Ternyataaa....sama aja jatohnya, malah panas beuddd... dan rame
kendaraan lewat. Ya udahlah gapapa. Pasang tampang bego, jalan aja menuju
Stesen Masjid Jamek yang kita gatau lewat mana sebenernya. Hasil nanya ke
mamang jualan buah pun lumayan mencerahkan. Kaki udah lumayan pegel karena
ngegeret koper, mana koper saya salah satu bagiannya buat nyangga udah patah
kayanya karena kemarin deh terlalu bersemangat ngegeretnya. Sampai juga di
Stesen ini, eh waktu nanya ke mbak-mbak loketnya dia bilang kalau jalur Ampang
di seberang sana. Makk...harus ngegeret koper untuk menyeberang jalan kemudian
naik lagi. Nggak ada jembatan penghubungnya... sabar...sabar...
Sampai juga di
platform 4, dengan keringat bercucuran. Beli
tiket LRT Jalur Ampang menuju TBS dari vending machine seharga 3,2RM. Ramenyaaa
masya Allah. Bener nggak ya ini? Nanya dulu deh sama mbak cantik di sebelah,
dia bilang “Iya nanti naik dari platform sini...” oke lah makasih mbak.. Nunggu
sekitar 5 menit aja kemudian kita naik dan bersyukur dapet bangku jadi bisa
duduk. Eh depan kami juga kayanya traveler, dia bawa koper juga tuh. Perjalanan
ke TBTS memakan waktu selama 30 menit. Sesampainya di TBTS, ini ternyata adalah
Stesen yang bersambung dengan terminal bas. Kita harus jalan melewati jembatan
penghubungnya dan syukurlah ada eskalator. Kalau nggak lumayan ini. Di terminal
itu, kita beli tiket bas menuju Melaka
Sentral seharga 10RM. Di tiketnya tertera jelas ada platform, nama basnya
yaitu Metrobus dan nomer duduknya di bas. Jadi nggak perlu risau. Menunggu
sekitar 25 menitan sambil memanfaatkan wifi di terminal. Saat basnya datang, as
usual kita self service dengan masukin koper ke bagasi bas mandiri. Setelah itu
naiklah kita ke bas. Isinya bule semua, nggak ada yang orang Melayu. Perjalanan
TBTS ke Melaka Sentral memakan waktu sekitar 3 jam, lewat jalan tol karena
bebas hambatan. Sepanjang jalan itu saya buat tidur aja lah, lelah banget
soalnya.
Eh bangun-bangun
udah mau nyampe. Di Terminal Melaka Sentral ini udah lumayan rame sih orangnya,
tapi kok dikit ya basnya. Berhubung kita lagi laper, jadi kita cari makan dulu.
Berhubung lagi kita buntu mau makan apa, jatuhlah pilihan pada McD, karena yang
pasti-pasti aja. Saya pesan Mcnugget sama french fries. Dibandingkan dengan di Indonesia,
harga McD disini lebih murah deh. Untuk Mcnugget aja 3,5RM dan french fries
2,5RM. Ditambah air mineral sih yang agak mahal seitar 4RM. Kalau ditotal habisnya 10,64RM udah termasuk pajak.
Ada juga sih makanan India dan Arab gitu, Cuma kita lagi pengen yang cepet aja.
Sembari memanfaatkan wifi di McD dan lihat-lihat Maps hasil minta dari
Information, kita pun istirahat dulu ngeliat sekitar. Eh depan kita ada
mbak-mbak cantik tapi dia nggak pesen apa-apa, Cuma duduk aja di sofa McD
samping kita. Kayanya lagi nunggu seseorang deh, sibuk ngeliat handphonenya. Ga
lama kemudian, bener deh ada cowok yang menghampiri kemudian mbak-mbak tadi
masang wajah agak kesel trus dihibur dan mereka berdua bergandengan jalan
meninggalkan McD. Kita cuman ngakak aja ngeliatinnya, ala-ala pasangan Korea
banget sih.
Sebelum naik bas
kota, sholat dulu di surau-nya. Suraunya kurang bersih menurut saya, masih
bersihan di bandara kemarin, yeiyalah ya... bandingin bandara sama terminal.
Kemudian kita ke arah bas kota, bingung cyin ini beli tiket basnya dimana. Hanya
dikasitau nunggu di platform 17 aja katanya naik bas ke Ujong Pasir, nanti
turun di Bangunan Merah. Hasil tanya sama bapak-bapak petugas bas katanya bayar
di basnya gitu, 2RM. Okelah... menunggu oh menunggu...sambil ngeliat-ngeliat
lagi. Kok sepi ya? Padahal masih jam berapa ini, baru jam 16. Pas bas Panorama
no.17 yang kita nantikan datang, tiba-tiba aja rame....berbondong-bondong
naiklah penumpangnya. Kita bayar dulu di
pak sopirnya seharga 2RM, bisa tap pakai kartu Touch n Go. Perjalanan dari Melaka Sentral ke
Bangunan Merah (Stadhuys) ini lumayan sih sekitar 20-30 menitan, muter-muter di
sekitaran Melaka dulu. Sampai akhirnya kita diturunin di Bangunan yang
berderet-deret berwarna merah, Ohh ini tohh namanya Bangunan Merah. Tapi trus
ini kemana? Coba tanya bapak security-nya, Jl. Bunga Raya ada dimana? Karena
guesthouse kami ada di jalan itu. katanya lurus ajaa...nanti nyebrang nah itu
udah Jalan Bunga Raya. Baiklah....aksi menggeret koper dimulai.
Jalanan di Melaka
ini nggak begitu besar, tapi lumayan tertib karena mereka tahu ini adalah
kawasan wisata. Kaya kami yang lagi bawa koper gini, mereka maklum kali ya,
jadi memberi kami kesempatan buat nyebrang. Eh dari kejauhan terlihatlah
bangunan “Discovery Cafe & Guesthouse”. Wahhh sampai juga. Check in dulu deh, kami
dilayani sama petugas Discovery yang kind banget, namanya kalau nggak salah Sam
– orang Singapura. Meski nggak enaknya kita masih harus nambah bayar pajak sebesar 4RM serta deposit untuk kunci
kamar 20RM, yang nanti bakal dibalikin waktu check out. Letak guesthousenya
pun berbeda sama bangunan utamanya. Dan lagi-lagi... kita ditempatkan di lantai
3. OMG! Kali ini beruntungnya saya, koper saya diangkatin sama Sam, sedangkan
mbak Pita kudu angkat koper sendiri, setroooong ya mbak! Pas nyampe kamar, Sam cuma
nanya, “Are you OK?” ke arah mbak Pita. Dia cuma melotot sambil ngomong dalam
hati, “MENURUT NGANA!!??” Sante mbak...sante....😁😁😅
Guesthouse kita kali
ini bathroomnya ada di dalam, makanya agak lebih mahal dari guesthouse di KL kemarin.
Meskipun gitu, hospitality nya jelas masih menang di KL kemarin. Di guesthouse
ini, lebih individualis sih orang-orangnya. Ada juga dorm bagi para backpacker,
tapi kami milih kamar sendiri aja karena lebih privasi.
Istirahat dulu... mandi
dan ganti baju dulu baru kemudian jalan di Melaka malam hari menyusuri sungai. Melaka
ini terkenal karena bangunan-bangunan bersejarahnya dan keindahan sungainya.
Memang benar, setelah membuktikan langsung. Tenangnya arus sungai dan temaram
lampu di pinggiran sungai membuat betah orang-orang untuk memandangnya.
Di Melaka ini, ada namanya Jonker Street yang merupakan pasar malam tapi
hanya buka saat weekend. Berbagai macam barang hingga makanan dijual disini .
Tidak kalah juga selain pedagang kaki lima, ada toko-toko yang berderet
berjajar. Banyak barang-barang lucu yang dijual disini, yang mungkin di
Indonesia sulit kita temukan. Saya memilih untuk beli luggage tag, tempelan
kulkas dan notebook yang tulisannya China di tempat bernama Jonker Gallery. Sistemnya
dia beli 1 barang harganya 4RM, tapi kalau 3 barang dihargai 10RM. Kan jadi
bikin orang belanja banyak ya... ngeselin deh. Tapi pas keluar dari Jonker
Gallery, rada nyesel karena luggage tag yang saya beli di Jonker Gallery sama
yang ada di luar sama aja, tapi harganya lebih murah di pedagang kaki lima. KZL
kan, meski cuma beda 1RM. Semenjak terbiasa belanja pakai ringgit, saya jadi
kebiasaan mengalikan harga ringgit dengan rupiah, misalkan kaya beli notebook
yang harganya 4RM, berarti harganya sekitar 12ribu rupiah. Sampe temen saya
agak bingung juga tiap saya bilang “Dikali 3ribu....” nah itu artinya saya lagi
me”rupiah”kan barang disitu. Di Jonker
Gallery ini saya habis 32RM.
Malem itu, di penghujung jalan Jonker saya memutuskan untuk makan fried oyster karena aromanya begitu menggoda. Harga fried oyster yaitu 6RM dan jus kiwi 6RM. Tapi setelah dirasakan, ternyata ini campuran tepung dan telor yang banyak, oysternya dikiiit banget, ngek ngok banget deh. Jus kiwinya juga encer banget, beda sama Juicee yang beli di Central market kemarin. Sambil makan, kita melihat pertunjukan para lansia etnis Tionghoa yang lagi nyanyi di panggung. Meski ga ngerti artinya, cukup terhubur juga sih karena mereka nyanyinya semangat banget. Setelah kenyang, kita pulang aja deh. Mampir dulu ke Discovery Cafe untuk beli air mineral “Dasani” yang 1,5 liter karena kita nginap di guesthouse-nya jadi dapat diskon, harganya cuma 1,5RM. Mari kita istirahat dan charge tenaga buat besok.
Malem itu, di penghujung jalan Jonker saya memutuskan untuk makan fried oyster karena aromanya begitu menggoda. Harga fried oyster yaitu 6RM dan jus kiwi 6RM. Tapi setelah dirasakan, ternyata ini campuran tepung dan telor yang banyak, oysternya dikiiit banget, ngek ngok banget deh. Jus kiwinya juga encer banget, beda sama Juicee yang beli di Central market kemarin. Sambil makan, kita melihat pertunjukan para lansia etnis Tionghoa yang lagi nyanyi di panggung. Meski ga ngerti artinya, cukup terhubur juga sih karena mereka nyanyinya semangat banget. Setelah kenyang, kita pulang aja deh. Mampir dulu ke Discovery Cafe untuk beli air mineral “Dasani” yang 1,5 liter karena kita nginap di guesthouse-nya jadi dapat diskon, harganya cuma 1,5RM. Mari kita istirahat dan charge tenaga buat besok.
fried oyster karya cici-cici
Ramenya Jalan Jonker
Engkong-Engkong lagi nyanyi... 😅
Day 4
Minggu, 26 Februari 2017
Hari ini, kami agak kesiangan karena rasanya mager banget. Rasanya masih
capek banget buat jalan, karena setelah melihat total langkah kaki kita luar
baisa lho selama 3 hari terakhir. Terutama 2 hari terakhir, dimana kita bisa
jalan hingga 10km selama sehari. Luar biasakkk!
Tapi ga boleh ga semangat, harus kuat dong... jam 10 kami baru keluar
Guesthouse lalu menuju ke Bukit St. Paul yang legendaris itu. Perjalanan menuju
St. Paul Hills ga jauh, meski panas tapi seneng banyak barengannya. Kita naik
lewat jalur yang Stadhuys, bukan jalur yang dekat Menara Tamingsari. Naik naik
ke puncak bukit, cukup tinggi dan terik. Sampai di atas, disambut statue St.
Paul dan bangunan yang merupakan bekas gereja. Puing-puing bangunan yang kokoh
masih nampak disitu. Yang saya heran, ada semacam hieroglif di dinding-dinding
situ, berasa ada di Hogwarts deh. Ditambah di tengah-tengah situ ada kaya besi
berbentuk kotak gitu yang ternyata di dalamnya banyak banget uang receh,
kayanya ada suatu mitos deh yang membuat orang memasukkan uang ke sana. Banyak
banget loh... entah apa maksudnya.
Victoria fountain
A Famosa
Gereja St. Paul
Ada juga 2-3 pedagang yang berjualan suvenir Melaka macam pijetan buat
kepala. Saya Cuma ketawa aja, pijetan begituan mah di pasar Jogja juga banyak.
Trus menyusuri Bukit St. Paul dan ada kuburan Belanda. Mau masuk, tapi ngapain,
keluar lagi aja deh. Turun dari St. Paul, berpapasan dengan para wisatawan yang
baru naik. Mereka lewat tangga, yang menurut saya sih lebih curam dibandingkan
menyusuri jalan setapak dari Stadhuys. Ya pilihan sih... lagipula ini cuacanya
juga udah terik banget, jadi kerasa panas dan capeknya. Turun dari situ ada
bangunan namanya A Famosa yang merupakan peninggalan Portugis. Katanya sih
bangunan Eropa paling tua di Asia Tenggara. Memang udah nggak sebagus dulu ya,
tapi setidaknya masih meninggalkan puing sejarah. Ketika saya baca beberapa
papan informasi, bahwa salah satu fungsi dibangunnya bangunan ini di Melaka
oleh bangsa Portugis dan Inggris ialah sebagai tempat penyimpanan senjata bagi
mereka menyerang pulau Jawa. Astaga.... sedih bangett... saya malah mengunjungi
tempat yang pernah menjajah saya. Tapi ya inilah sejarah, dari sinilah saya
jadi mengerti dan tahu gimana secuplik sejarah Indonesia dan Malaysia serta
negara penjajahnya.
Tempat lain
yang nggak kalah menarik adalah Monumen kereta api, Muzium Umno, Muzium Islam
Melaka, Bastion House, Masjid Keling,
dan banyak lagi. Tapi ya gitu deh, Cuma bisa lihat dan foto dari luar. Nah,
hari udah siang nih laperr banget. Akhirnya kita malah masuk ke Dataran
Pahlawan Mall. Ampun DJ.... soalnya panas banget di luar. Nyari makanan asam
pedas atau rice ball yang katanya khas Melaka. Muter-muter, eh malah nyasar di
Subway. Saya memutuskan makan sandwich di Subway, karena penasaran gimana sih
rasanya kok populer banget di Korea. Bahkan di film DOTS pun Song-Song couple
makan disini (korban iklan ini namanya). Harganya
14,2 RM itu udah termasuk minum sepuasnya. Subway nya itu kita bisa pilih
isian apa saja, tinggal tunjuk. Kalau saya kemarin kebetulan pilih seafood,
kemudian sayurnya bsia pilih sesuai selera, begitu juga sausnya hingga rotinya
yang kaya gimana. Dengan harga segitu, kenyang bangett...
Tetapi temen
saya belum makan, karena dia ga mau Subway akhirnya kita makan di sebuah
restoran bernama Tappers yang serba putih desainnya. Pesan semacam ramen gitu
seharga 15RM kalau nggak salah, nah saya daripada nggak makan, ya udah lah beli
fried egg aja seharga 3,3RM ditambah
minuman green tea seharga 8RM apa ya untuk berdua. Lumayan enak dan recommended
sih tempat ini. Setelah kenyang, kita keluar dan menuju ke Menara Tamingsari.
Menara
Tamingsari ini jadi menara yang paling tinggi di Melaka. Memang jujugan
wisatawan juga, karena kita bisa melihat Melaka dari ketinggian dengan cara
naik lift berbentuk lingkaran yang dinaikkan perlahan kemudian diputer perlahan
supaya bisa melihat sekitar Melaka. Keren banget lah... untuk tiket masuknya
memang cukup mahal, seharga 23RM karena
kita foreigners. Untuk penduduk Malaysia bisa masuk seharga 9 RM saja.
Sebenarnya bisa saja sih kita bilang orang Malaysia, tapi diminta nunjukin KTP
Malaysia, kan ga bisa jadinya. Fasilitasnya, kita dapet minum air botol dan
diminta antri dulu di tempat duduk yang berbentuk antrian melingkar. Setelah
itu masuk satu per satu, dan perlahan kami pun naik ke atas. Sensasinya kerasa
banget, seruuu melihat Melaka dari ketinggian yang ternyata berbatasan banget
sama Samudera. Di seberang itu udah pulau Sumatera (ya ga keliatan juga sih).
Melihat bukit St Paul dari jauh, deretan rumah yang berjejer rapi dan
gentengnya berwarna sama. Bener-bener unforgettable banget pengalaman ini.
suasana antri masuk ke Menara Tamingsari
dapet minum sebelum masuk
Setelah
dari Menara Taming sari, kita pulang aja lah menyusuri sungai. Mau menyusuri
sungai pakai perahu, tapi lumayan juga harganya sekitar 20RM, mending jalan aja
lah sambil menikmati sungai. Kalau capek bisa istirahat. Kita pun jalan
menyusuri sungai, dan mampir buat sholat di Masjid Warisan yang letaknya tepat
di tengah 0 km Melaka Karena hari sangat panas, kami memutuskan beli yang
segar-segar. Eh ada yang unik nih di pinggiran jalan, ada semangka
yang langsung diminum seharga 8RM. Lucu deh semangkanya dilubangin gitu
kemudian dimixer dari luar dan diberi es. Panas-panas rasanya enak banget
sambil minum di pinggiran sungai. Ternyata ada jualan gorengan juga dong
disini, gorengan pisang dan ubi. Setelah itu, kita bawa aja semangkanya dan
pulang ke guesthouse buat istirahat dulu.
Sorenya, baru kita menjelajah lagi apa yang kurang. Eh ternyata Melaka
ini nggak gede-gede amat kok, cuma satu puteran aja. Tapi cukup rame, karena
banyak becak hias yang beredar. Seperti halnya di Alun-alun Selatan Jogja, tapi
di sini cuma bisa ditempati 2 orang per becak. Suaranya rame banget, segala
macam lagu bisa disetel, dan hiasannya heboh-heboh. Tapi tetep, ada aja yang
sepi becaknya karena hiasannya kurang cetar, hiks kasihan lihatnya.
Menikmati senja di pinggiran Melaka menjadi momen terbaik dari trip kali
ini. Rasanya tempat ini sempurna untuk dijadikan tempat melepas penat. Nikmat
mana lagi yang engkau dustakan? Nggak ada... sayup-sayup terdengar suara burung
yang berkelompok terbang ke arah pulang. Matahari juga mulai pulang ke
peraduannya, menutup hari dengan sunset di sungai Melaka.
Malemnya, kita masih keliling Jonker street untuk cari makanan.
Baiklah...cari makanan apa yang unik? Sewaktu lagi jalan di Jonker Walk, menemukan atraksi unik dari seorang yang ternyata dia traveler dari Rusia. Dia bikin karya dari cat semprot yang kemudian dijualnya seharga 40RM kepada siapa yang berminat. uang itu nantinya bakal digunakan untuknya keliling dunia. Kalau mau lihat instagramnya di @vladimir3230. Setelah lihat atraksi dari Vladimir, kita baru keinget mau nyari makan.
Karena kita lagi-lagi buntu, jadi pilihan
jatuh kepada seafood untuk saya. Lagi-lagi oyster, tapi kali ini oysternya jenisnya
lala yang katanya nggak amis. Itu direbus aja lala-nya kemudian diberi saus
kacang dan kita ngebuka satu per satu cangkangnya. Harganya 10RM.
Eh lagi makan tiba-tiba hujan turun deras. Alhasil kami langsung lari mencari tempat berteduh. Nggak bawa payung malam ini karena lupa. Tiba-tiba kami menemukan Masjid, akhirnya kami pun ke Masjid aja sekalian sholat. Masjid Kampung Kling namanya, berada di jalanan deket Jonker Street. Sambil nunggu hujan agak reda, kami lihat-lihat arsitektur masjid ini yang Asia banget. Berasa ada di Masjid Desa saya. Setelah agak reda, kami pun nekat pulang ke Guesthouse dan menutup hari ini dengan syukur.
Eh lagi makan tiba-tiba hujan turun deras. Alhasil kami langsung lari mencari tempat berteduh. Nggak bawa payung malam ini karena lupa. Tiba-tiba kami menemukan Masjid, akhirnya kami pun ke Masjid aja sekalian sholat. Masjid Kampung Kling namanya, berada di jalanan deket Jonker Street. Sambil nunggu hujan agak reda, kami lihat-lihat arsitektur masjid ini yang Asia banget. Berasa ada di Masjid Desa saya. Setelah agak reda, kami pun nekat pulang ke Guesthouse dan menutup hari ini dengan syukur.
Day 5
Senin, 27 Februari 2017
Hari terakhir di Malaysia, antara seneng mau pulang tapi juga ga mau
pulang karena bakal balik ke kenyataan. Hahaha....
Jam 8 kita udah siap dong. Mau cari makan di Little India rencananya.
Jalan lah kita ke Little India yang ternyata sebelahan sama Jalan Bunga Raya.
Eh lah kok masih sepiiii banget. Hanya ada beberapa toko aja yang buka,
restoran juga belum ada yang buka. Ya udah deh, jalan sampai pojokan cuma ada
tempat makan asam pedas, masa iya pagi-pagi makan asam pedas? Alhasil kita ke
Seven Eleven aja lah, makan Mamee, itu merk mie semacam pop mie seharga 2,1RM. Hahaha anak Sevel
banget deh...
Setelah itu, kita balik lagi ke Guesthouse dan sempat lewat Kampung
Jawa. Wah... ada kampung Jawa juga dong disini. Kita pun packing dan check
out jam 9.30 dari Guesthouse menuju ke Discovery Cafe. Kita disuruh sarapan
dulu sama pemiliknya, orang Chinese gitu, “Makan dulu dik....” katanya.
Hahaha...”Dik...” Udah beberapa kali ini kita dipanggil “Dik” sama orang-orang
selama jalan. Iya sih, belum pantes juga kalau dipanggil “Makcik...”. Tapi
herannya ada beberapa orang yang nggak nyangka kami orang Indonesia. Kaya
kemarin sewaktu makan di Bukit Bintang, penjualnya yang orang India nanya kita
orang mana soalnya bahasa Melayunya nggak lancar. Gara-garanya saya mau minta
karet gelang dan plastik, tapi mereka nggak ngerti apa itu karet gelang, eh
ternyata mereka nyebutnya “getah”. Oke lah.... bener juga sih. Trus dikira kita
orang Vietnam, ngek ngok....
Setelah sarapan roti dan teh, kita pun checkout dan kita nanya dulu
kalau mau ke KLIA2 bisa naik apa? Dia nawarin buat naik taksi seharga 12RM ke
Melaka Sentral. Daripada angkat-angkat koper ke Statdhuys lagi. Lagipula bisa
nunggu waktu sampe jam 12, karena bus dari Melaka Sentral ke KLIA2 jadwalnya
jam 12.30. Tapi demi menghemat dan prinsip kemandirian yang kami junjung
tinggi, kami tetep pilih untuk pakai bus Panorama aja. Nunggu di Stadhuys meski
harus menggeret koper lagi.
Nunggu di Statdhuys sekitar 45 menit sampai akhirnya bus Panorama 17 ini
sampai. Bayarnya sama, 2RM kemudian
bas jalan dulu hingga ke Ujong Pasir lalu balik lagi, lewat Jalan Jonker baru
deh ke Melaka Sentral. Perjalanan sekitar 45 menit juga. Melihat sekeliling,
ternyata Melaka ini lumayan gede juga kotanya. Kita tahunya cuman bagian wisatanya
aja sih dari kemarin. Di Melaka juga ada Universitas kok, bagus dan besar lagi.
Ada juga pasar basah yang kalau di Indonesia semacam pasar tradisional gitu.
Kalau tekstur tanahnya sih hampir sama ya kaya di Indonesia, berbukit-bukit
tapi masih bisa dikatakan landai lah dibandingkan dengan jalanan di Sumatera.
Meski banyak tanaman disini, tapi berasanya gersang. Entahlah...apa itu cuma
perasaan saya aja. Kita pun sampai di Melaka Sentral jam 12 dan langsung menuju
loket bus untuk pesan bas ke KLIA2. Tarif
basnya 24,3RM.
Kebetulan banget, basnya datang sebelum waktunya yaitu jam 12.15.
Sebelum naik, seperti biasa self service masukin koper ke dalam bagasi. Waktu
mau naik bas, petugas basnya ngecek tiket kita kemudian dia bilang ke petugas
sampingnya, “Orang mana awak? Jepun ya?” Alis saya berkerut, “Ha? Jepun?” dalam
hati, Jepang maksudnya? “Indonesia....” kemudian kita ngeloyor masuk ke bas.
Perjalanan selama di bas saya manfaatkan untuk tidur.
2 jam kemudian tahu-tahu udah nyampe aja di KLIA2. Dari kejauhan
keliatan bandara KLIA2 yang megah itu, kemudian kami turun dari bas dan melihat
banyak tempat duduk maka tergoda untuk duduk dulu. Masih ngantuk sebenernya
tadi, lagian flight balik ke Indonesia masih jam 19.15 jadi masih lama banget.
Ya udah deh, cari surau dulu. Di level 1, saya pun ke surau dan melewati
Capsule Airport Hotel. Unik sih hotelnya, bentuknya kaya kapsul gitu jadi
isinya cuma bed ukuran 1 orang dan kecil banget. Katanya sih sewanya per jam,
pernah dengar kaya gitu. Meski saya nggak tahu harganya berapa. Waktu lagi ke
toilet, eh kaya ada suara-suara di samping saya yaitu janitornya ngomong pake
logat Jawa Suroboyo-an, hiaaa....
Memanfaatkan waktu dengan ngecharge handphone dan menikmati wifi di
bandara. Iya lah kita udah bayar pajak bandar nih, jadi harus dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Kita pun naik ke level 2 untuk cari makan. Jam menunjukkan
pukul 15.00, waktunya makan siang yang terlewat sebenernya. Galau mau makan
apa, karena banyak pilihan. Masa iya McD lagi? Ada rumah pasta yang kayanya
menggiurkan tapi mahal. Akhirnya pilihan jatuh pada Texas chicken, hahaha sama
aja... makan sekitar 10RM, makannya
chicken aja karena emang disini nggak ada menu nasi. Adanya french fries. Tapi
french friesnya Texas menurut saya kurang enak, jadinya makan chicken aja deh.
Setelah kenyang, kita naik lagi ke level 3. Melewati skybridge, dan sampailah
ke bagian counter bagasi. Masih belum buka loketnya, kurang 5 menit lagi. Wah,
bandaranya bagus nih...tapi horor ya, ternyata di tempat self check in Air Asia
inilah Kim Jong Nam bulan Februari kemarin diracun. Hiii....
Antri untuk bagasi lumayan lama, karena banyak juga orang Indonesia dari Kuala Lumpur. Disediakan banyak
banget counter yang melayani para penumpang. Ada kali antrinya sekitar 30
menit, karena ternyata banyak banget orang-orang ini bawa
barangnya. Kelar nitipin bagasi, kita keliling bentar di sekitaran bandara KLIA2.
Kemudian masuk deh ke area tunggu. Wahh...area tunggunya luar biasak lho ya...
tersedia banyak sekali tempat duduk beserta wifi corner lengkap dan colokannya.
Dari kursi yang biasa aja, sampai dengan sofa empuk. Meski ternyata ga semua
colokan berfungsi, tapi fasilitasnya kece banget. toiletnya pun ada tempat
untuk mandi, ini disediakan bagi para traveler yang biasanya transit gitu kali
ya... keren lah, luas pula tempatnya dan bikin nyaman.
Sempat nongki-nongki kece disini sambil nunggu waktu yang masih kurang
2,5 jam lagi. Udah pewe banget disini, tapi harus go to ruang tunggu yang deket
pesawat. Pas lagi nunggu ini, lah kok kita ketemu lagi sama sekumpulan ibu-ibu
yang ber-16 waktu berangkat kemarin. Bbehh bawaan mereka makin banyak... tapi
tetep ya mereka ni ga mau rugi kayanya, nggak ada yang nitipin bagasi. Jadi
barang bawaann yang ribet itu mereka bawa sendiri naik pesawat. Hadehh.... masuk ke pesawat kan
jadinya rempong ya, ditambah masuk-masukin ke kabin itu. Tapi ya udahlah ya...
see you KL... next time I’ll be back if God give me a chance!
Di perjalanan, saya tidur aja lah... hingga sampai di Surabaya jam
21.00. Alhamdulillah mendarat dengan lancar... turun dari pesawat, disediakan
shuttle bus dari AirAsia untuk para penumpang. Nah pas naik ini banyak orang
yang berebutan, padahal kan masih ada tuh shuttle bus yang di belakangnya. Saya
milih yang belakang aja lah, ga pake berebut. Eh pas lagi naik, ketemu lagi
sama ibu-ibu rempong itu. Ada 1 ibu-ibu yang sempet bikin saya kesel banget.
Gimana ga kesel coba, dia tuh dapet tempat duduk kemudian manggil anaknya,
tapi anaknya ga mau. Eh dia tempatin 2 tempat duduk itu sekaligus dengan naruh
si tas belanjaannya di sampingnya. Padahal masih banyak orang yang lagi
berdiri. Duhh....ga sadar diri apa bu? Kesel banget saya liatnya. Saking aja
saya ga mau rempong buat ngingetin karena ngantuk, coba kalo saya lagi ON gitu,
udah saya kasitau itu. Sebel banget deh, gini nih sifat egois ini yang harus
dilunturkan. Biar nggak bikin malu nama Indonesia. Udah gitu turun dari shuttle bus bawaannya ibu-ibu dan anak-anak
ini pengen ngedahuluin yang lagi antri. Mbok ya sabar gitu lho...udah tahu udah
tahu kalo kalian rombongan, trus njuk ngopo? Mau didahulukan? Yo ga bisa lah...
orang mereka pencar-pencar kok antrinya, mau ngeduluin aja. Saya udah pasang
tampang jutek aja, waktu ada 1 anaknya yang liat ke saya cuma saya lirik aja eh
dia kayanya nyiut, takut kali ya.
Selesai imigrasi, ambil koper dan laper... hahaha... mau makan, tapi
udah banyak yang tutup jadilah kita langsung pulang aja naik taksi bandara.
Mahal amat sekarang tarifnya, kayanya tahun lalu masih 90ribu deh, ini udah
120ribu aja tarifnya ke rumah. ya udahlah ya daripada nggak sampe rumah, naik
aja...
Alhamdulillah... akhirnya sampe rumah dengan selamat sentosa. Baterai
mood tercharge full 100% nih, siap menghadapi kenyataan hidup!
Panjang juga ya postingannya, ya maklum banyak hal yang diceritakan.
Bikin postingan ini aja sehari semalem sendiri, ini seriusan lho.. *karena
saking excitednya.
Semoga bisa memberi gambaran bagi temen-temen yang memutuskan pengen
backpacker ke Malaysia. Untuk pengeluaran, memang relatif ya.. tapi selama
kemarin kami perlu uang saku sekitar 450-645 RM. Itu udah termasuk keperluan
transportasi selama disana dan makan serta belanja. Untuk tiket dan penginapan,
nggak termasuk ya.. karena kami pesannya di luar budget untuk uang saku. Selain
itu, kalau mau menghemat tips dari saya adalah jadilah member couchsurfing.
Beberapa bulan sebelum ini saya sempat ditawari untuk di-host oleh sekeluarga
yang jadi member couchsurfing, tapi karena saya masih belum tahu itinerarynya
kemana jadi belum saya iya-kan, akhirnya mereka meng-cancel deh. Kalau iya,
lumayan kan bisa menghemat biaya penginapan. Tapi tetep lah kita harus ngasih oleh-oleh
Indonesia kepada mereka.
Tips kedua, pesan penginapan nggak perlu terlalu mewah. Penginapan toh
fungsinya untuk kita istirahat kan ya.. kalau kami kemarin sengaja nggak pesan
yang bagus-bagus amat. Bahkan Guesthouse kami nih nggak berbintang, iya lah
bukan hotel... tapi cari guesthouse yang banyak review bagusnya, emang effort
sih baca review dan ngeliat gambarnya satu per satu, tapi sepadan lah dengan
yang didapatkan. Untuk penginapan kemarin kalau dirata-rata per malamnya kami
sekitar 180ribu berdua, kalau dibagi per orang ya 90ribu per malam. Cukup murah
kan?
Tips ketiga, nggak perlu takut ataupun malu untuk bertanya. Inget
pepatah, “Malu bertanya...sesat di jalan...” Banyak banget kok
rekan sesama traveler di jalan nantinya, ataupun orang asli yang lebih tahu
tentang kondisi di tempat traveling. Jadi, nggak apa-apa nanya, namanya juga
belum tahu kan..
Ya, itu dulu yang bisa saya bagikan tentang pengalaman traveling kali
ini. Semoga bermanfaat ya! 😀💓
Komentar