Kita yang jalanin hidup

Semakin kesini, semakin banyak orang yang kita kenal, semakin banyak berinteraksi dengan orang, tentunya semakin ingin tahu orang tersebut tentang hidup kita. 
Pagi ini, saya mendapat kiriman gambar dari teman di bbm, isinya seperti ini:

"Namanya juga hidup. Tuhan yang menentukan, kita yang menjalankan, orang lain yang mengomentari"

Rasanya bener-bener mencerminkan 'saya' banget. Ketika hal yang kita lakukan mengundang komentar, ya itulah hidup. Saat kita mempunyai rencana, tetap Tuhan yang menentukan segalanya.
Kemarin, pengumuman SNMPTN bagi lulusan 2014, dan hasilnya Tita belum beruntung masuk PTN lewat jalur ini. Kecewa, ya pasti. Tapi mau bagaimana lagi kalau itu yang ditentukan sama Tuhan. Tetap optimis saja dengan keputusan dan hikmah yang diberikan ini. Saya dulu juga mengalami hal serupa kok, melalui jalur beasiswa Depag ga keterima, jalur SNMPTN juga ga keterima, jalur mandiri Unair ga keterima, namun pada akhirnya Allah ngasih jalan lain yaitu SPMK UB, saya Alhamdulillah diterima di jurusan psikologi sesuai dengan keinginan. Sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita harus berusaha untuk berprasangka baik dengan segala keputusan-Nya. Kita sudah ikhtiar dan berdoa, apapun hasilnya tetap di tangan Allah.

Sampai di detik ini, saya masih kurang nyaman saat ditanya tentang pertanyaan keramat "Kapan?". Iya, seperti "kapan nikah?", "kapan kerja?". Maaf sedalam-dalamnya....kenapa harus kepo dengan hidup saya? Saya lho hampir tidak pernah bertanya tentang pertanyaan keramat ini ke orang lain. Pembicaraan bisa berlangsung tanpa harus bertanya tentang pertanyaan ini. Kalaupun bertanya, hendaknya selalu ada canda di selingan pembicaraan tersebut, sehingga orang tidak akan merasa terganggu. Annoying sekali ketika bertemu orang yang lama ga ketemu terus yang ditanyakan, "Kapan nikah?" Hey hey....pernikahan itu bagian dari rencana Tuhan, ya tanyakan saja tentang saya ke Tuhan. Tidak perlu melangkahi atau mengandai-andai yang berlebihan. Biasanya jurus maut yang saya keluarkan untuk menjawabnya adalah dengan tersenyum dan berkata "Secepatnya......" Dijamin orang itu pasti malah makin kepo, hahaha whatever, langsung jurus kaki seribu yang saya ambil.

Pertanyaan annoying lainnya adalah, "Sudah lulus? kerja dimana?". Oke, kalau pertanyaan itu diajukan kepada para sarjana yang baru lulus, pasti sangat "jleb" sekali, tapi kalau sarjana itu sudah dapet pekerjaan dan setidaknya sudah eksis di media sosial tentang pekerjaan barunya yang sangat dibanggakannya itu pasti dia dengan jumawa bakal menjawab "Perusahaan X....tau kan?"
Saya pernah ada di fase itu juga, ketika sumpek ditanyai tentang "Kerja dimana?" Helloooooo.....saya tidak terlalu mementingkan mau kerja dimanapun berada, asalkan saya enjoy, saya akan terima. Terlebih jika gajinya Alhamdulillah lebih dari standar. Saya tidak terlalu peduli dengan status, "Eh ayun, lulusan terbaik psikologi sekarang dimana dia? belum kerja ya?" Saya cuma ketawa doang menghadapi tanggapan sinis semacam ini. Saya kerja ataupun belum, anda ikut membiayai hidup saya? Nggak kan? Kalaupun saya kerja, apa saya harus woro-woro ke seluruh dunia dengan hashtag #duniaharustahu, nggak kan? Saya sudah kerja ataupun belum sama sekali "It's none of your business!"
Lagian...seneng banget ngurusin urusan orang. Seperti ini nih yang jadi kendala untuk maju, karena selalu mengurusi urusan orang lain, bergosip yang ga jelas. 
Klarifikasi juga ga penting, orang saya bukan selebritis. Tapi Alhamdulillah...Allah selalu baik dengan saya dengan memberikan orang-orang hebat di sekitar saya dan mereka yang membawa rejeki bagi saya. Saya memang belum banyak pengalaman bekerja, tapi setidaknya saya pernah berkumpul dengan banyak orang, berusaha melakukan yang terbaik dengan tim saya, kemudian mendapatkan hak saya. Saya masih jauh dari kata "berpengalaman", saya pun masih amatiran dalam psikologi. Teori-teori humanistik masih sekedar wacana, belum bisa saya jewantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Praktek psikologi juga belum sepenuhnya saya bisa. Selama 4 tahun belajar psikologi di Universitas, dan hampir 1 tahun bergumul dengan masalah sehari-hari, membuat saya semakin berpikir, apa masalah utama di bidang psikologi yang bisa saya pecahkan? Maka dari itu, saya ingin fokus untuk menuntut ilmu lagi di Magister Profesi, sehingga saya bisa lebih dalam mengenali masyarakat, berkumpul dengan berbagai permasalahan dan menemukan solusinya secara bersama. Saya tentu tidak bisa mengerjakan semuanya sendiri. 

Ayun yang sekarang masih tetap seperti Ayun 18 tahun yang lalu, masih sangat suka dengan jajanan Nyam-Nyam yang sekarang Alhamdulillah masih ada di minimarket terdekat. Setiap hari minggu jam 7.30-8.30 tidak pernah absen nonton Sinchan dan Doraemon. Masih suka dengan mainan "ayunan" yang diyakininya sebagai mainan paling disukai semua umat. Masih suka dengan baju-baju feminin dengan motif bunga dan warna pink. Masih suka mengkhayal saat membaca buku, tapi bedanya khayalannya sekarang lebih tentang keilmuan. Masih sangat phobia dengan cicak yang merayap di dekatnya. Masih suka foto dengan pose legendaris "2 anak cukup", masih melanjutkan mimpinya untuk bisa jadi penulis terkenal dan keliling dunia. 

Tentu saja...itulah hidup. Mau bagaimanapun kata orang, mau bagaimanapun Tuhan menentukan. Tetap kita yang menjalani. Tidak perlu merasa canggung, tidak perlu merasa takut atau sedih. Singkirkan perasaan negatif yang berlebihan itu, karena setiap orang punya hak dan kewajiban untuk menjadikan hidupnya nikmat, nyaman, dan menyenangkan. 


Komentar